Pengumuman

Debat Publik BEM Universitas, Ketiga Paslon Ungkap Gagasannya

Tanggal 7 desember 2020, debat BEM U diselenggarakan oleh KPUM. Debat dilaksanakan  melalui zoom dan akun youtube. Debat bertujuan untuk mengetahui visi misi pasangan calon.

Nanda Khoirur Rijal selaku Ketua KPUM mengatakan bahwa debat ini merupakan upaya KPUM untuk memfasilitasi mahasiswa untuk megenal calon lebih dalam.

“Memperkenalkan lebih dalam lagi kepada mahasiswa Universitas Jember agar temen-temen mahasiswa ini pada saat pemilihan nanti bisa cocok” Tegasnya.

Dalam debat tersebut, Rizal dan Uways, pasangan calon nomor urut 1, menekankan keberagaman dalam visi-misi nya ,

Ia menyatakan “Kita membawa keberagaman untuk menyatakan kembali bahwasannya kita ini adalah keluarga” Ungkapnya.

Sinergitas antar kelembagaan eksekutif bersama kelembagaan ukm-ormawa universitas maupun fakultas dan stakeholder yang ada di Unej adalah langkah yang ditawarkan oleh paslon 1 untuk merealisasikan visi-misi nya.

Sedangkan pasangan calon nomor urut 2, Agung-Cendi menekankan kultur intelektualitas di lingkungan Unej.

Berangkat dari isu minimnya literasi, Cendi mengatakan “Saya melihat temen-temen dari Universitas lain yang begitu kritis dalam arti teori dan materi perkuliahan mereka sangat menguasai dan itu yang akan saya bawa ke temen-temen Universitas Jember” Katanya.

Festifal literasi nasional merupakan  program unggulan yang akan dilakukan untuk mendukung hal tersebut.

Sementara itu,  pasangan calon nomor urut 3 Bayu-Yuyun menekan independensi. Hal ini tercermin dalam pakta integritas yang Bayu tandatangani pada tangga 29 november 2020.

Yuyun menegaskan “Kami independen” dalam debat BEM U pada sesi 3.

Ia melanjutkan “Sinergitas adalah kunci untuk mengangkat dengan sempurna apa yang ingin kita bawa” ungkapnya dalam youtube KPUM Unej yang diunggah tanggal.

Selain itu, paslon 3 juga mengusung kesetaraan jender. Hal ini diperlihatkan dengan adanya Yuyun sebagai satu-satunya kandidat perempuan dalam kontestasi BEM U.

“Dengan adanya saya adalah modal utama dari kesetaraan gender” Jelas Yuyun.

Di akhir penyelenggaraan, Nanda  berharap setelah dilaksanakannya debat BEM U, ketika pemilhan nanti para mahasiswa  dapat menentukan pilihannya.

“Jangan sampai lupa untuk memilih temen-temen yang sudah berjuang karena pilihan kalian yang menentukan siapa pemenang dan siapa presiden bem 2021” Jelas Nanda. (lm)

BPM FISIP UNEJ, Pansel tak paham PEMIRA

Tanpa terasa, satu tahun sudah berjalan pasca pesta demokrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember (FISIP UNEJ). Melihat pengalaman pertama dalam hidup saya mengikuti pesta demokrasi kampus selama menjadi mahasiswa, ekspektasi dan harapan sayapun meninggi, lalu muncul narasi dari hati saya “saya harus bisa menjadi penggerak demokrasi kritis di kampus”. Demokrasi kritis yang seperti apa ? Demokrasi yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln yaitu suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan kriitis yang saya maksud disini adalah berpikir kritis sebagai landasan terbentuknya demokrasi, berpikir kritis sendiri menurut Walker (2006) adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan. Maka demokrasi kritis yang saya maksudkan adalah suatu sistem miniatur negara FISIP yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk mahasiswa yang berlandaskan intelektualitas dalam berbagai hal yang mengusung system pemerintahan tersebut, mulai dari dibentuk, berjalan hingga pertanggungjawabannya.

Namun seiring berjalannya waktu, banyak fakta yang terbentur dengan ekspektasi yang saya bangun. Saya tahu hal itu pasti terjadi, namun tidak pernah terbayang dalam fikiran saya akan bertemu fakta bahwa regenerasi yang ada di miniatur negara FISIP malah menjadi ajang praktik politik praktis oleh beberapa pihak. Berangkat dari fakta-fakta yang saya temukan, muncul niat dalam diri saya untuk bergabung pada alat penggerak demokrasi di FISIP yaitu Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) FISIP untuk memperbaiki jalannya demokrasi yang benar-benar terbangun dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan landasan berpikir kritis dari mahasiswa FISIP itu sendiri. Hal ini karena, menurut Undang Undang Ikatan Keluarga Mahasiswa FISIP (UU IKM FISIP) No. 1 Tahun 2008 (UU PEMIRA) Pasal 1 Ayat 9 yang berbunyi “ Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa selanjutnya disebut KPUM adalah lembaga penyelenggara Pemilu Raya yang bersifat sementara, mandiri dan independent.” maka saya memahami bahwa KPUM menjadi salah satu alat penggerak demokrasi di FISIP melalui penyelenggaraan Pemilu Raya (PEMIRA) FISIP UNEJ.

Sayangnya mengejutkan bagi saya menemukan fakta janggal dalam berjalannya forum KPUM dan Banwaslu yang diadakan oleh Pansel. Beberapa kejanggalan yang saya temukan pada forum pertama kamis, 4 Desember 2020 yaitu Forum KPUM dan Banwaslu setelah terpilih masih dipimpin oleh Pansel sebagai presidium dan forum pertama yang dibuat oleh pansel langsung pada pembentukan kontrak forum dan pemilihan mandataris. Ketika saya mempertanyakan pertanyaan pertama pada otak saya, Pansel menjelaskan bahwa dalam forum ini Pansel hanya bertugas sebagai fasilitator agar forum berjalan dengan baik dan sesuai kebutuhan KPUM maupun Banwaslu.

Akan tetapi seiring berjalannya forum, saya semakin merasa janggal karena ketika saya bertanya mengenai hal-hal substansi dasar forum tersebut seperti “mengapa kita langsung menuju kontrak forum, bukankah forum pembentukan struktural seharusnya terpisah antara KPUM dan Banwaslu?” sesuai dengan UU PEMIRA pasal 7 yang berbunyi “Struktural KPUM dibentuk melalui musyawarah mufakat anggota KPUM” dan pasal 10 yang berbunyi “Struktural Banwaslu dibentuk melalui musyawarah dan mufakat anggota Banwaslu” kita dapat memahami bahwa seharusnya forum pembentukan mandataris sudah masuk pada forum internal masing-masing, baik KPUM maupun Banwaslu. Pertanyaan saya dijawab oleh Pansel bahwa forum akan dipisah setelah pembentukan kontrak forum dengan berkaca pada mekanisme tahun sebelumnya.

Tetapi yang menjadikan kebingungan adalah bukankah kontrak forum yang digunakan untuk pembentukan mandataris sudah masuk dalam susunan langkah pembentukan struktural yang seharusnya tetap ada dalam forum terpisah. Disini saya akhirnya menemukan kekurangan pada produk hukum PEMIRA FISIP yang mengatur mengenai mekanisme pembentukan struktural tersebut. Tetapi yang menjadikan kekecewaan pribadi pada saya, jawaban yang diberikan didampingi dengan penekanan bahwa hal-hal semacam ini memperlama forum dan menghilangkan esensi dari forum itu sendiri yaitu penyusunan kontrak forum dan pembentukan mandataris KPUM dan Banwaslu, seakan pertanyaan yang saya ajukan tidak berhubungan dengan adanya forum tersebut dan saya tidak mempertimbangkan kepentingan bersama.

Tentu pikiran saya memberontak, “loh esensi mengenai kenapa forum langsung memasuki penyusunan kontrak forum dan pembentukan mandataris aja ga dijelaskan!” tetapi saya berusaha diam dan membiarkan peserta forum yang lain untuk mengutarakan pemikirannya. Meski tentu disitu saya merasa diinjak dan dihakimi begitu saja padahal saya berusaha untuk memperjelas agar forum benar-benar menjalankan asas independen dan berintelektual. Tetapi bak kambing hitam, pertanyaan saya dibalik dan dihilangkan esensinya. Tak henti disitu, sebenarnya masih ada beberapa kejanggalan yang saya rasakan yang tidak dapat saya jabarkan satu-persatu.

Melanjutkan pada forum kedua tadi malam (terhitung sejak tulisan ini dibuat) yaitu hari Minggu, 6 Desember 2020 awalnya berjalan dengan tenang dan sudah sesuai kesepakatan pada forum sebelumnya, akan tetapi ada satu penjelasan yang membuat saya bingung yaitu mekanisme ketika Banwaslu menemukan kecurangan, maka Banwaslu akan membuat laporan kepada BPM. Kemudian saya menanyakan aturan hukum yang menjelaskan mekanisme tersebut, karena saya tidak dapat menemukannya. Tetapi lagi-lagi saya disudutkan dengan pernyataan “agar tidak memperlama forum” dan “pertanyaan tersebut tidak cocok dipertanyakan pada forum tersebut” tanpa bertabayyun atau menanyakan alasan saya mengajukan pertanyaan tersebut. Padahal apabila boleh saya menggaris bawahi, pimpinan forumlah yang mempersilahkan saya untuk bertanya bahkan telah mempersilahkan untuk dijawab, tetapi sebelum pertanyaan saya terjawab, salah satu peserta forum izin bertanya (padahal masih dalam pertanyaan saya) tetapi pimpinan sidang mengizinkan. Dimana pertanyaan tersebut beropini bahwa pertanyaan saya keluar dari pembahasan forum, dimana kemudian pimpinan forum dengan labilnya mengiyakan opini tersebut tanpa bertanya terlebih dahulu kepada saya. Hingga akhirnya saya yang merasa dilecehkan dan tidak dihargai tidak dapat menahan diri dan menyatakan walkout dari forum tersebut karena merasa forum sangat tidak sehat dan merasa kecewa atas sikap Pansel terhadap pertanyaan saya untuk kedua kalinya.

Pasca forum selesai, saya kemudian bertanya kepada anggota KPUM yang lain mengenai apa yang terjadi setelah forum, untuk memastikan diri saya tidak tertinggal informasi dan tetap menjalankan kewajiban saya sebagai anggota KPUM. Sayangnya anggota KPUM yang saya tanyai kemudian menjelaskan bahwa, ia telah berusaha menanyakan kelanjutan nasib saya pada forum tersebut, tetapi Pansel menjelaskan bahwa itu adalah hak sepenuhnya dari saya, sehinggapun tidak terucap permintaan maaf ataupun klarifikasi atas terjadinya hal tersebut. Saya juga mendapat informasi dimana sempat ada pertanyaan dari peserta forum mengenai Banwaslu (saya tidak dapat menjelaskan secara spesifik pertanyaan tersebut) tetapi Pansel tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dan malah melemparkan pertanyaan tersebut kepada demisioner Banwaslu yang saat itu tidak dapat hadir. Sehingga disini saya semakin bertanya-tanya, BPM sebagai Pansel disini sebenarnya memahami atau tidak mengenai PEMIRA yang akan dipersiapkan ini?

Selain itu, disini saya semakin merasa intervensi BPM selaku pansel dalam menekan forum KPUM dan Banwaslu untuk segera memulai penyusunan kontrak forum dan pemilihan mandataris KPUM dan Banwaslu menunjukkan seakan hal itu memang menjadi hajat dari Pansel sendiri.. Padahal apabila kita buka kembali pada penjelasan pasal 7, forum pembentukan struktural tersebut adalah berdasarkan asas kebutuhan, tetapi pansel tidak bertanya terlebih dahulu kepada anggota KPUM maupun Banwaslu apakah yang paling dibutuhkan saat itu adalah pembentukan struktural. Tentu disini saya tidak merasakan independensi yang merupakan sifat dasar KPUM. Padahal seharusnya BPM sebagai lembaga tertinggi di miniatur negara FISIP dapat memberikan pendidikan politik secara ideal, namun kenyataannya forum yang mereka contohkan sangat jauh dari kata ideal. Hingga tulisan ini selesai dibuat, belum ada klarifikasi baik resmi maupun secara pribadi yang disampaikan oleh Pansel kepada saya atas apa yang terjadi dalam forum tersebut.

(Dev)

Kecenderungan Mahasiswa, Afektif atau Rasionalitas

“Yuk pilih A soalnya agamanya islam!”

“Yuk vote si B, kan dari Jember juga kaya kita!”

“Pilih C aja deh, yang lain keturunan Cina.”

“Vote yang D yuk, ganteng ketuanya.”

 

Pernah nggak sih mendengar kalimat yang mirip dengan empat contoh di atas? Tanpa kita semua sadari, perilaku memilih berdasar adanya kesamaan dan afeksi yang melibatkan emosi seakan sudah menjadi budaya, menjadi peraturan tidak tertulis yang diterapkan di negara kita entah sejak kapan. Contoh paling besar adalah bagaimana pemilu di Indonesia berlangsung, siapapun kandidatnya, jika kandidat oposisinya merupakan orang yang bukan beragama islam, maka seakan otomatis gagal. Tanpa perlu melihat kompetensi dan pencapaian baik yang telah ia lakukan.

Apabila ada ajang pencarian bakat, maka para peserta akan meminta dukungan dari masyarakat daerahnya, dengan bicara menggunakan bahasa daerah mereka sebagai penunjang. Seperti, “Hai, aku Anisa dari Lombok, warga Lombok, dukung aku ya!”. Tentunya, masyarakat yang merasa memiliki kesamaan daerah dengan si peserta ajang pencarian bakat tersebut akan berlomba-lomba mengirim dukungan. Mirisnya lagi, banyak yang tidak melihat apakah orang tersebut pantas dan cukup kompeten untuk menjadi pemenang dan mendapat banyak dukungan.

“Ah, yang penting orang Lombok jadi juara.”

Hal semacam ini seakan telah tertancap di negara kita cukup lama. Penolakan terhadap ‘sesuatu’ yang dianggap berbeda. Padahal negara kita menganut ideologi Pancasila, dengan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan yang menegaskan adanya sifat saling rangkul saat berbeda sekalipun. Perlukah orang yang beragama sama dengan kita mendapat dukungan apabila perilakunya meresahkan dan kontroversial? Perlukah mendepak calon pemimpin yang beragama lain sekalipun yang ia lakukan tegas dan benar? Perlukah menjual ‘kesamaan’ tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan dan mencapai sesuatu? Perlukah mengabaikan dan tidak menimbang faktor lain jika sudah melihat kesamaan dengan orang tersebut?

Zaman sudah berevolusi dan yang sama belum tentu selalu baik, belum tentu selalu benar, belum tentu layak untuk terus didukung. Miris rasanya melihat banyak sekali orang menjadi buta dan membela apapun yang menurut mereka ‘sama’ sekalipun banyak kebobrokan pada orang atau kelompok tersebut. Bagaimana negara bisa maju jika yang diagungkan selalu “Yang penting satu RAS dengan kita”? 

Mengenai contoh kalimat terakhir pada kalimat pembuka, masyarakat Indonesia juga cenderung memilih dengan melihat fisik atau cover seseorang. Yang penting yang ia pilih merupakan kandidat yang dianggap memiliki paras yang rupawan, maka ia yang akan mendapat banyak suara. Contoh seperti ini masih sering saya temukan di kalangan remaja seumuran saya sendiri sejujurnya.

Menurut saya pribadi sebagai penulis, tidak masalah jika ingin mendukung individu atau kelompok berdasarkan adanya kesamaan atau melibatkan afeksi. Namun tetap, pertimbangannya tidak boleh hanya karena poin tersebut saja. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa harusnya dapat memihak yang benar, yang baik, yang kompeten, bukan hanya yang sama dengan kita, atau memiliki fisik sesuai dengan ‘tipe ideal’ kita. Toh apa masalahnya jika memilih yang berbeda? Yang penting kan tujuannya baik dan membawa kita pada sebuah kemajuan. Bukannya kemunduran moral. Yang memiliki fisik rupawan juga belum tentu akan menciptakan sebuah perubahan. Karakteristik yang masuk pada istilah kompeten seperti di atas maksudnya dapat dilihat dari bagaimana prestasi akademik maupun non akademik calon, sifat dan perilakunya pada orang lain, visi misi dan keahliannya dalam bidang yang ia pilih, dan sebagainya. Beberapa hal yang tadi disebutkan masuk dalam faktor yang rasional.

Memperhatikan bagaimana sistem demokrasi yang ada di Indonesia, pada dasarnya manusia melakukan sesuatu berdasar pada sesuatu yang dinamakan ‘akal’. Rasionalitas bertumpu pada adanya akal sehat. Bukannya mahasiswa seharusnya selalu menggunakan akal fikiran dalam melakukan setiap tindakannya? Namun dalam situasi demokrasi saat ini di dalam masyarakat, khususnya lingkungan mahasiswa yaitu kampus, kebanyakan mahasiswa masih membuat keputusan atau bertindak diluar akal rasional. Masih banyak mahasiswa yang saya sendiri perhatikan membuat keputusan berdasar afeksi atau perasaan, berdasar adanya kesamaan dan melibatkan emosi. Dari sini sudah dapat dilihat bahwa generasi ‘sekarang’ juga masih mengabaikan pentingnya penggunaan rasionalitas dalam menentukan sebuah pilihan. Sering terjadi di lingkungan mahasiswa seakan telah menjadi sebuah budaya untuk dilakukan pada tiap rentang waktu.

Untuk menciptakan sistem demokrasi yang mengutamakan rasionalitas di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa, dibutuhkan adanya kesadaran pada diri mahasiswa masing-masing. Berkaca pada perilakunya dan memperbaiki diri apabila selama ini termasuk sering menggunakan afeksi dalam membuat sebuah keputusan. Mahasiswa yang seharusnya menjunjung tinggi rasionalitas dalam akademik semestinya mengutamakan akal fikirannya daripada berpacu pada adanya kesamaan atau emosi yang jatuhnya jauh dari rasionalitas. Dalam PEMIRA kali ini, saya mengajak para pembaca untuk menunjukkan sisi rasional dalam dirinya untuk menentukan pilihan nanti supaya calon yang terpilih merupakan mahasiswa yang kompeten, baik, berdedikasi tinggi, berprestasi, dan menguasai bidangnya seperti semestinya.

Penulis : Alrounesya

PPMB Terlalu Panjang, Kegiatan Ormawa Terganggu

PRIMA FISIP - Panjangnya jangka waktu Pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Mahasiswa Baru (PPMB) FISIP 2020 dinilai menganggu agenda sejumlah Ormawa. Hal ini dijelaskan dalam hasil survei Himaistra pada beberapa waktu lalu melalui press release.

Ketua Himaistra, Mahardika, menjelaskan lamanya pelaksanaan PPMB ini berdampak pada bentroknya jadwal antar Ormawa. Terlebih lagi, muncul surat edaran dari pihak Fakultas terkait dengan batas akhir pengajuan kegiatan Ormawa tanggal 20 November 2020. Hal ini dirasa cukup menimbulkan kekacauan antar Ormawa lantaran didesak batas akhir sementara masih banyak agenda Ormawa yang belum terlaksana.

Mahar mengatakan “hal ini menimbulkan kerugian yaitu bentrok jadwal antar Ormawa dan juga karena dorongan untuk pelaksanaan kegiatan Ormawa sebelum tanggal 20 November, sehingga sempat menimbulkan pergolakan antara UKM atau Ormawa untuk memperebutkan tanggal pelaksanaan itu”

Sependapat dengan Himaistra, Ketua UKMK, Didin juga turut menyayangkan, panjangnya waktu pelaksanaan PPMB ini berdampak pada rencana kegiatan perekrutan mahasiswa baru yang terpaksa mundur akibat berbenturan dengan pelaksanaan PPMB.

“jadi dari yang estimasi awal yang seharusnya proker Open Recruitmen ini tanggal 14 15 akhirnya diundur di 14 sama 22, kegiatan di hari ke duanya malah molor satu minggu, jadi sebenernya agak disayangkan juga, karena kami harus nembusi lagi ke pemateri, harus nembusi lagi ke juri, harus ngulang lagi administrasi surat peminjaman zoom tempat dan lain sebagainya” ungkap Didin

Sementara itu, Ghandy selaku Ketua Badan Eksekutif mengaku pihaknya hanya diberikan wewenang oleh Fakultas untuk menyusun jadwal perkenalan Ormawa serta membentuk delegasi pendamping pemateri PPMB.

“BEM hanya ditugasi untuk membentuk delegasi dari setiap Ormawa yang menjadi pendamping pemateri pada saat PPMB, jadi disini BEM hanya diberi tugas untuk menyusun rundown dari Ormawa untuk memperkenalkan Ormawanya, jadi kurang lebih ada 2 tugas yang diberikan kepada BEM, selaku penanggung jawab adalah dari pihak Fakultas sendiri, kita tidak bisa langsung masuk untuk merubah segala yang direncanakan oleh Fakultas” tutur Ghandy

Selain itu, pihaknya juga mengatakan bahwa serangkaian acara ini diatur oleh Fakultas khususnya juga terkait dengan waktu pelaksanaan. Hal ini juga diatur oleh Surat Keputusan Rektor yang mengatur bahwa pihak Dekanat selaku penginisiasi panitia PPMB.

“Cuman karena dibenturkan oleh SK Rektorat pihak Fakultas menginisiasi untuk menjadi panitia dalam PPMB, jadi disana seluruh rangkaian kegiatan PPMB itu yang meng-handle adalah Fakultas”

Untuk saat ini kegiatan PPMB sudah berjalan selama dua minggu yang dimulai dari tanggal 11 Oktober hingga 28 November. Kegiatan PPMB ini dilaksanakan setiap satu minggu sekali dalam rentan waktu 2 bulan pelaksanaan. (rkn)

Osjur Daring, Himakes Tekadkan Solidaritas Angkatan

PRIMA-FISIP, Agenda rutin tahunan Ospek Jurusan (Osjur) yang dilaksanakan oleh beberapa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mengalami perbedaan dari tahun tahun sebelumnya. Pasalnya, kegiatan penyambutan Mahasiswa Baru yang semula dilakukan secara tatap muka, kini harus dilaksanakan secara daring. Hal yang sama terjadi pada Himpunan Mahasiswa Kesejahteran Sosial (Himakes). Ali Ausath, Ketua Umum Himakes, mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan Ospek Jurusan (Osjur) akan dilaksanakan secara daring pada pertengahan bulan November nanti.

“Kita usahakan November dilaksanakan dan selesai di bulan itu, kegiatan kita pastinya melalui online sur, mengingat kegiatan Ospek Fakultas pun juga dilaksanakan secara online”. Ungkap Ali

Ketua Umum Himakes menjelaskan, proses persiapan acara hingga penentuan tema maupun konsep pelaksanaan Osjur nantinya diserahkan sepenuhnya kepada Panitia Himakes Closer. Pihaknya berharap, melalui kegiatan ini mampu memperkuat solidaritas angkatan dan mengenalkan Jurusan Kesejahteraan Sosial kepada para mahasiswa baru.

“dari segi kegiatan kita serahkan sepenuhnya kepada Panitia terpilih Himakes Closer 2020, cuman disini ada beberapa garis besar yang harus dicapai. 1. Solidaritas angkatan, 2. Pemahaman mahasiswa perihal Jurusan Kesejahteraan Sosial”. Paparnya

Ali menambahkan, mahasiswa baru diharapkan memiliki rasa bangga menjadi bagian dari keluarga besar Ilmu Kesejahteraan Sosial. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para Panitia Himakes Closer dalam menumbuh–kembangkan rasa solidaritas angkatan ditengah kondisi pandemi.

“ya emang dari 2 poin itu menjadi poin yang akan kita bawa dan tentu akan menjadi tantangan buat kita semua, khususnya untuk Panitia Himakes Closer 2020 tentang bagaimana kita menumbuhkan kesolidan angkatan padahal kita sekarang dihadapkan dengan kondisi online. Kemudian yang kedua bagaimana kita memperkenalkan terkait dengan Himakes atau memperkenalkan terkait dengan Jurusan Kesejahteraan Sosial itu seperti apa, karena ini nanti berkaitan dengan bagaimana teman-teman memiliki rasa kepemilikan terkait dengan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial ini”.

Penulis: Surya

Meningkatkan Kepercayaan Diri, Webinar Push Away Insecurity Punya Tujuan Mendalam

PRIMA FISIP - Webinar yang diadakan oleh BEM FISIP Universitas Jember pada hari minggu lalu berjudul “I Love Me Push Away Insecurity” diikuti oleh 120 partisipan yang berasal dari berbagai kalangan baik  siswa, mahasiswa maupun umum. Menurut keterangan Gabriella Dara Anabela, Ketua Pelaksana sekaligus anggota Departemen Pemberdayaan Perempuan BEM FISIP, terjadi penurunan antara jumlah partisipan yang mendaftar dengan partisipan yang mengikuti acara webinar ini,

Abel mengatakan “Partisipannya sekitar 120 orang tapi yang daftar itu aslinya hampir 300 orang dan yang masuk grup WA sekitar 260 orang”. Ia juga menjelaskan penurunan partisipan ini diakibatkan acara yang dilaksanakan pada akhir pekan sehingga banyak dari partisipan yang memiliki kegiatan-kegiatan lain yang bersamaan dengan acara ini.

“Akhir-akhir ini juga kita lihat banyak individu-individu yang mengalami insecurity atau krisis kepercayaan diri. Misalnya saat melihat orang lain lebih baik dan lebih beruntung daripada kita, sering kali kita membandingkan diri dengan mereka kemudian menjadi insecure dan kehilangan kepercayaan diri” tutur Abel, Minggu (25/10/2020).

Ia juga menjelaskan keadaan insecure merupakan suatu keadaan dimana individu merasa tegang, gugup, dan tidak aman atas kehidupannya. Maka dengan diadakan webinar ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan diri individu sehingga dapat mengatasi keadaan insecure yang sedang dialami. Selain itu untuk menyadarkan individu bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan keistimewaan yang berbeda-beda sehingga kita harus membuang jauh-jauh perasaan insecure.

Dalam webinar ini juga terdapat tiga pemateri yang expert dalam bidang personality dan perlindungan perempuan. Menurut penjelasan Abel dalam webinar Push Away Your Insecurity ini membahas tentang insecurity yang lebih mengarah kepada perempuan baik dari skala mikro dan makro, isu-isu pelecehan yang dialami perempuan, regulasi dan kebijakan Pemerintah, serta yang menjadi point utamanya yaitu cara untuk mengembalikan kepercayaan diri dan membuang mindset yang buruk dari dalam diri individu.

Webinar yang diusung oleh departemen pemberdayaan perempuan BEM FISIP Unej ini, diharapkan dapat membantu setiap partisipan untuk bisa mengoptimalisasikan kemampuan yang ada di dalam diri sendiri terutama untuk kaum wanita. “Output dan tujuannya yang pasti memberikan ilmu kepada partisipan untuk lebih terbuka pikirannya tentang gimana caranya untuk lebih percaya diri, menyayangi diri sendiri, dan yang pasti mengoptimalisasikan kemampuan yang ada dalam dirinya,” jelasnya.

Abel juga mengatakan bahwa dari kegiatan webinar ini sebenarnya memiliki kegiatan yang berkelanjutan yaitu diadakannya proses konseling yang dilakukan oleh pemateri untuk mereka yang sedang mengalami perasaan insecure. Tapi kegiatan lanjutan ini masih menjadi harapan dari panitia pelaksana mengingat banyaknya kegiatan BEM yang akan dilaksanakan pada waktu dekat. (A, L)

DOKUMENTER RENTAL KOMIK TERAKHIR DI JEMBER, KARYA MAHASISWA UNEJ

PRIMA FISIP – Mahasiswa tingkat akhir jurusan program televisi dan film Universitas Jember (UNEJ) memproduksi sebuah film dokumenter yang berjudul “TAMAN BACA TERAKHIR DI JEMBER”. Film ciptaan dari Lintang Fairus Mahasiswa tingkat akhir asal Probolinggo, menceritakan tentang taman baca yang telah ada dari tahun 1995. Merupakan taman baca terakhir yang berada di Jember yang dimiliki oleh bapak Tosan Mangudi atau biasa dikenal dengan pak Uce yang sekaligus merupakan nama dari taman baca tersebut.

Lintang mengungkapkan bahwa ia sangat menyukai komik terutama komik Ema yang merupakan komik kesukannya. Lintang melakukan riset dari tahun 2013 dan memulai produksi dari tahun 2017 dan melakukan penelitian di Surabaya,Yogyakarta, dan Malang ini didasari oleh kesukaannya terhadap Komik. Produksi film ini selesai pada akhir tahun 2019 dan proses editing pada pertengahan tahunini. Lintang mengatakan tujuan dari pembuatan film ini adalah  selain dari tugas akhir, juga sebagai wadah untuk memperkenalkan taman baca yang tinggal satu-satunya di Jember, serta mengingatkan kembali memori-memori pelanggan lama dari taman baca pak Oce.

Film Dokumenter ini dikemas sesantai mungkin, tidak terlalu ribet dengan penyampaian pesan yang tidak terlalu berat, karena informasi yang ingin disampaikan, bahwasanya di Jember masih ada taman baca atau rental komik yang masih bertahan diberjalanya jaman. Film ini diproduksi menggunakan dana pribadi dengan masa produksi yang bisa dibilang memakan waktu yang cukup panjang yakni mulai tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2020. Metode penampilan film ini ditampilkan di laman Youtube yang sifatnya privat sehingga bagi mereka yang ingin menonton film ini harus daftar terlebih dahulu, dengan penamplan dimulai jam 08.00  sampai jam 18.00 yang kemudian dilanjut dengan sesi diskusi pada jam 19.00 sebagai bentuk apresiasi.

Kesulitan atau kendala dari proses  produksi kemudian sampai ke pasca produksi kesulitannya adalah penyampaian apa yang Lintang mau, karena posisi Lintang adalah crew. Dokumenter ini  disampaikan dengan  gaya interaktif pertama versi Lintang sendiri, jadi untuk menyampaikan ke kameramen Lintang kesulitan  bagaimana harus mengambil gambar,  terutama ke editor karena  dokumenter ini tematik jadi segala macam kesulitan terdapat dalam proses. Sedangkan, proses transkip wawancara yang kemudian menyusun supaya film documenter menjadi satu kesatuan.

“oke harapan saya, harapan saya sih buat temen-temen yang ngerasa suka komik baik itu aneh meskipun udah tua, ga ada halangan lah umur berapa kita mau suka komik, persetan lah.  Intinya saya pingin ngasih tau ke temen-temen di Jember maupun di luar jember, rental komik di jember itu ya ini punya pak uce di Jl. Gatot Subroto disebelah barat istana mur dan warung Jawa Timur depannya Alfa, nitrogen tempat pompa angin itu jadi itu sih yang mau saya sampaikan” ugkap harapan Lintang

 

Penulis : Raffi & Irfan

Pandemi Tak Kunjung Mereda, Oprec UKM Tertunda

PRIMA FISIP - Banyak UKM FISIP yang memilih opsi menunda oprek sampai diberlakukannya kembali perkuliahan secara offline, hal ini dikarenakan mereka merasa tidak dapat melaksanakan oprek secara maksimal dikala pandemic. Mereka mengaku banyak kegiatan-kegiatan yang memang  sengaja diundur atau bahkan terpaksa dibatalkan dikarenakan banyaknya kendala, dimulai dari banyaknya angota masing-masing UKM FISIP yang mimilih untuk pulang ke daerah asal, sampai kendala komunikasi

Ketua UKM Voli, Fadilla Lestya R mengatakan “semua kegiatan yang direncanakan sama UKM voli itu udah gak berjalan gitu, kayak latihan jagak itu sudah gak berjalan kan semuanya pada pulang, gak ada di jemberkan. Terus untuk keaktifan anggota ya.. berubah, gak terlalu aktif kalo anggotanya pas COVID ini”.

Kepulangan ini menyebabkan tidak maksimalnya UKM membuat ataupun menjalankan suatu kegiatan dan juga banyak kegiatan yang mulanya direncanakan akan diadakan secara offline terpaksa harus dirubah ataupun diganti dengan kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan meskipun dalam keadaan pademi.

Hafis Faizin Tahzani, Ketua UKM Mapalus, saat diwawancarai mengatakan “nah, kan mulanya diawal kepengurusan prokernya Mapalus offline ada 6 proker, dan program offline yang pertama itu sudah dilaksanakan, setelah itu adanya pandemi jadi proker offline yang direcanakan udah gak bisa dilanjutkan, jadi kita rubah menjadi proker kegiatan daring yang hasilnya ada 4 proker”  

Masa pandemic ini membuat UKM  FISIP tidak dapat melakukan banyak hal, terlebih bagi UKM-UKM olahraga FISIP yang memang membutuhkan terjun langsung ke lapangan dan memerlukan pertemuan secara tatap muka. Pramana Dwi Putra, Ketua UKM Badminton mengatakan beberapa UKM  olahraga FISIP mengaku terjadi  beberapa kemancetan dalam UKM mereka seperti tidak adanya event yang diadakan saat pandemic, latihan rutin yang tidak bisa lagi dilaksanakan seperti sebelumnya, dan  tidak evektifnya sarana online bagi UKM olahraga.

 “Untuk kegiatan-kegiatan kayak lomba-lomba itu gak ada, jadi bener-bener gak ada event-event jadi kondisi UKM badminton sendiri mancet. Kayak gitu sih.” Ucap Pramana Dwi Putra. (by, drw)

BREATH

Bagaimana rasanya, menjadi sosok yang teramat dibanggakan walau hanya dengan sedikit tindakan? Bagaimana rasanya, menjadi kesayangan semua orang tanpa harus meminta belas kasihan. Pasti menyenangkan bukan?

Asya duduk termenung menatap kerumunan orang yang berada dihadapannya. Sosok yang berada ditengah kerumunan itu membuatnya iri hati. Bukan karena pencapaian yang didapatkannya namun iri terhadap kehangatan yang menyelimuti sosok itu. Dalam hatinya, Asya ingin merasakan kehangatan itu sekali saja. Sekali saja, ia ingin ditatap dengan pandangan bangga dan dielu-elukan oleh keluarganya. Sekali saja, ia ingin bertukar posisi dengan sang kakak. Sosok yang selalu menjadi nomor satu di keluarga kecilnya bahkan di keluarga besar.

Asya adalah mahasiswi semester awal yang masih berjuang untuk menyesuaikan diri dengan dunia perkuliahan. Jalannya menuju bangku perkuliahan tidak sehangat dan semudah jalan sang kakak, Jihan. Jika Jihan saat berjuang untuk mendapatkan kampus dan jurusan yang diinginkan mendapat dukungan penuh dari orang tuanya, berbeda dengan Asya yang harus mengadu urat sebelum akhirnya diperbolehkan. Jika Jihan melakukan sedikit kesalahan, orang tuanya akan memaafkan tanpa banyak bicara dengan diberi sedikit nasehat. Namun, jika Asya yang melakukan kesalahan sedikit saja, kesalahan itu akan nampak secara berlebihan dikedua mata orang tuanya.

“Hah....” Sudah kesekian kalinya, Asya menghela napas berat.

“Bengong aja...” Atensi Asya teralihkan oleh suara dengan logat jawa yang kental milik Dinda. Ia hanya menyunggingkan senyum kepada sahabatnya itu. Tak ada lagi suara yang terdengar. Asya kembali larut dalam pikirannya sendiri, sedangkan Dinda hanya duduk menemani.

Tujuh menit dihabiskan keduanya dalam diam. Dinda yakin dengan apa yang ada di pikiran Asya yang tengah menatap kakaknya saat ini. Dinda hanya menunggu Asya untuk memulai pembicaraan. Sepuluh tahun persahabatan mereka, menjadikan keduanya hafal tabiat masing-masing.

“Din, kapan ya aku bisa kaya Kak Jihan? Bisa dikerumunin keluarga kaya gitu? Dibanggain kemanapun mereka pergi.” Tanya Asya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Sya..” Dinda tidak tahu harus menanggapi sahabatnya ini seperti apa. Hatinya ikut tersayat saat mendengarkan keluhan-keluhan yang keluar dari bibir Asya. Keluhan tentang keluarganya yang seakan tidak bisa adil dalam memberikan kasih sayang.

“Salah gak sih Din, aku suka iri sama Kak Jihan? Aku tahu ini salah, tapi aku gak bisa pungkiri kalau aku suka iri sama dia.”

Asya menatap nanar kearah gerombolan kakaknya yang tampak senang hati karena kelulusan mereka. Jihan menjadi salah satu lulusan terbaik dan mahasiswi berprestasi di jurusannya. Kedua orang tuanya sangat senang sampai tidak bisa membendung air mata. Sama seperti yang mereka lakukan saat mereka mengetahui Jihan diterima di kampus dan jurusan pilihannya.

“Aku berjuang keras untuk bisa ada di tahap ini Din. Di tahap aku kuliah di kampus dan jurusan yang aku mau. Walaupun jurusanku gak setenar jurusan Kak Jihan, setidaknya aku bisa satu kampus dan satu fakultas sama dia.”

Dinda yang paham betul hanya bisa menganggukkan kepalanya beberapa kali. Pernah sekali Asya bercerita perihal bagaimana tanggapan orang tuanya saat ia menjadi lulusan terbaik di SMA-nya dan berhasil masuk ke kampus juga jurusan pilihannya. Asya yang berangan-angan akan diberi pelukan hangat dan kata-kata menyenangkan untuk ia dengar, harus kandas dengan sebuah ucapan selamat tanpa mengalihkan pandangan dari aktivitas yang mereka lakukan.

“Sesak Din rasanya..” Tanpa disadari, air mata Asya jatuh membasahi pipinya.

OOO

Sedari kecil, Asya sering menyimpan semuanya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya lebih aman dan nyaman ketika semua kekecewaan yang mendera dipendam dalam-dalam agar ia tidak kalut dan sedih perkepanjangan. Toh nanti akan berlalu. Begitu pikirnya sedari dulu. Asya tidak menyangka, rasa kecewa terhadap orang tua dan keluarganya itu akan mencapai titik puncak dimana dia sudah tidak sanggup lagi untuk menahan semuanya. Kilasan memori bagaimana ia diperlakukan tidak cukup adil oleh keluuarga semasa kecil hingga dewasa tengah melalang buana di pikirannya.

Ia duduk diatas kasur dengan lutut yang ditekuk, menyembunyikan parasnya di dalam sana. Dadanya seperti dihimpit oleh batu besar yang membuatnya sesak. Napasnya begitu pendek dibanding dengan biasanya. Asya merai gawai yang tergeletak tepat disamping tubuhnya. Menekan satu nama dan segera dibuat panggilan. Kurang dari satu menit, suara dengan logat jawa menyapa rungunya. Asya hanya diam, tidak memberi jawab walau sekedar menyapa kawannya itu.

Tidak seperti panggilan suara yang mendapat sahutan begitu cepat, Asya memilih untuk diam beberapa saat. Dinda, orang yang berada diseberang panggilan mengikuti kemauan kawannya ini. Dibiarkan Asya untuk menata hati serta kata-kata yang ingin ia lontarkan. Dibiarkannya Asya mencari waktu nyamannya untuk berbicara tanpa harus tergesa-gesa.

“Aku gak kuat Din.. semakin aku tahan, rasanya semakin sesak.” Keluhnya membuka suara setelah cukup lama.

“Kamu gak perlu tahan itu lagi Sya. Sudah banyak rasa kecewa yang kamu terima dan kamu pendam sendirian. Kamu gak akan kuat kalau harus menyimpannya sendiri Sya. Aku gak tahu seberat apa rasa kecewa yang kamu alamin, tapi aku yakin kamu butuh waktu seenggaknya sebentar aja buat luapin semuanya. Buat ambil napas yang cukup berat dan bisa buat kamu tenang.” Asya mendengarkan semua penuturan Dinda. Mungkin memang benar penuturan kawannya tersebut. Ia butuh waktu untuk meluapkan semuanya, dan mengambil napas walau barang sejenak.

“Sekarang waktunya kamu buat istirahat, tarik napas dampai kamu ngerasa lega. Kalaupun kamu mau nangis, gak masalah Sya. Manusia punya titik lemahnya masing-masing dan kamu dititik itu sekarang.”

Asya mencerna apa yang dilontarkan Dinda. Semakin dicerna, semakin sesak pula dadanya. Satu persatu bulir air matanya membasahi pipi. Asya terisak dalam heningnya kamar, hanya ditemani Dinda diseberang sambungan. Ia berusaha menarik napas lebih dalam, menghembuskannya dengan kasar diiringi dengan sebuah isakan. Malam ini, Asya ingin menuntaskan rasa sesak di dadanya hingga habis tak bersisa.

Diseberang sana, Dinda masih dalam diamnya. Ia sedang menyusun kata-kata penenang untuk sahabatnya. “Gak akan ada yang nyalahin kamu sekarang Sya.. lepasin aja semuanya.”

Sekarang Asya paham bahwa semua yang dipendam itu tidak baik. Asya paham, kekecewaan yang ia pendam dari lama bukannya menghilang seiring berjalannya waktu, namun terpupuk dan tumbuh subur dalam dirinya tanpa disadari. Dan disinilah dia sekarang, menuai apa yang sedari lama telah disimpan. Kesedihan dan kekecewaan yang berlipat ganda.

Dinda yang menemani Asya membungkam mulutnya. Ia mecoba memposisikan dirinya di posisi Asya saat ini. Namun sayang, rasanya mustahil untuk dilakukan. Semakin dicoba, semakin tidak sanggup pula dirinya. Bagi Dinda, tidak apa membuat kesahan, karena orang lain juga pasti melakukan kesalahan. Tidak apa mengistirahatkan diri sejenak dari hiruk-pikuk dunia untuk menghela napas. Karena menurut Dinda, semua orang punya titik lemahnya masing-masing dan merupakan hak mereka untuk meluapkan isi hati.

“Aku memang gak bisa memposisikan diri jadi kamu Sya, aku gak tau seberat apa bebanmu selama menyimpan ini semua sendiri, tapi gak masalah. Kamu bebas sekarang. Aku disini buat temani kamu sampai kamu ngerasa lega. Kamu sudah terlalu lama berjuang sendirian Sya, aku tahu itu. Kamu sudah sangat bekerja keras selama ini. Sekarang waktunya kamu ambil napas dan istirahat dari hiruk pikuknya dunia untuk sejenak.”

Kalimat panjang dari Dinda, sepenuhnya menyadarkan Asya. Dirinya memang sedang tidak baik-baik saja. Tawanya adalah bentuk tipuan guna tutupi kesedihan. Sifat riang yang selalu dia tunjukkan merupakan sebuah tameng untuk membendung kesedhian yang semakin menerjang. Mungkin benar kata Dinda, saat ini dirinya harus bernapas lebih berat sejenak dan menyingkirkan diri dari ramainya dunia.

Penulis: W

Tak Diberi Kepastian, Aliansi Jember Menggugat Rencanakan Aksi Lanjutan

PRIMA FISIP - Gugatan mahasiswa atas pencabutan UU Cipta Kerja, hingga saat ini belum juga mendapat kepastian dari pemerintah. Koordinator aksi Jember Menggugat, Nurul Mahmudah Hidayatullah, mengatakan pihaknya akan menggelar aksi lanjutan jika pemerintah tak kunjung menjawab tuntutan mahasiswa.

"Hingga hari ini tidak ada kepastian dari pemerintah dalam merespon apa yang menjadi tuntutan-tuntutan demostran. Semua menyatakan bahwa kita meminta untuk UU Cipta Kerja itu dicabut. Nah, dari sini langkah-langkah selanjutnya kita akan tetap melakukan aksi unjuk rasa atau aksi dalam bentuk apapun itu" Terang Nurul.

Mengenai rencana aksi lanjutan, Nurul mengungkapkan pihaknya saat ini sudah  melakukan koordinasi baik di tingkat daerah hingga tingkat nasional. Namun, pihaknya masih belum bisa memberikan kepastian perihal rencana waktu dan bentuk aksi lanjutan nantinya.

Nurul mengatakan "Terkait perencanaan, kita sedang melakukan koordinasi di tataran wilayah, daerah dan juga nasional. Nanti kawan-kawan media akan kami informasikan lebih lanjut kapan kami akan turun jalan atau dalam bentu aksi apapun"

Aliansi Jember Menggugat akan terus melakukan aksi unjuk rasa sampai tuntutan mereka berhasil terpenuhi. Nurul menegaskan kembali perihal narasi tuntutan yang dibawa oleh Aliansi Jember Menggugat, bahwa pihaknya menolak dengan tegas UU Cipta Kerja dan menuntut pemerintah untuk segera mencabutnya.

"Kami akan tetap melakukan perlawanan sampai kapanpun itu" Tegasnya.

(Pr, rkn)

Lingkar Daulat Rakyat Menuju Petani Mandiri

FISIP-Prima, Advokasi lanjutan dalam fokus mendampingi petani Puger tolak relokasi saluran irigasi pada tanggal 18 Oktober 2020, kini berlanjut dengan program lanjutan Pembuatan Pupuk Organik. Program ini merupakan salah satu langkah pendampingan petani puger untuk meringankan beban petani, salah satunya persoalan ketergantungan dan kelangkaan pupuk. Beberapa elemen yang terlibat yaitu mahasiswa dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Jember dan IDF (Institute Dialektika Filantropi), dan Kelompok Tani Puger.

Mochammad Nicko Agung sebagai penanggung jawab acara menerangkan bahwa hal ini merupakan sebuah model resistensi petani dalam kaitannya dengan budidaya pertanian. Sehingga dengan ini dapat tercapainya petani berdaulat secara mandiri, khususnya dalam permasalahan pupuk.

“Sebagai bentuk kaya model perlawanan baru lah, ketika kita ngomong masalah perlawanan kemarin. kita menolak saluran irigasi yang direlokasi, di pindah, itukan opsi opsi untuk petani sendiri kan, masalah pertaniannya itu agak di hiaraukan atau berkurang lah masalah produksinya, ya jadi itu kita menyelipkan satu program yang itu bisa sekiranya untuk mengurangi beban petani dalam masalah budidaya pertanian”

Program acara berlangsung mulai dari sosialiasi kepada petani mengingat betapa pentingnya membuat pupuk organik secara mandiri, lalu dilanjutkan dengan praktek pembuatan pupuk organik oleh petani. Langkah akhir yaitu pembentukan kelompok petani yang dinamakan LDR (Lingkar Daulat Rakyat), sehingga dalam proyeksinya petani bisa mandiri.

“Kalo harapannya lagi lagi ya petani itu berdaulat, berdaulat itu banyak jenisnya, ada berdaulat benih, daulat pupuk, daulat tanah, daulat harga sama daulat pasar, kita orientasinya ke itu, aaplagi sampe bisa daulat pasar, petani bisa menentukan harganya sendiri di pasaran yang itu orientasinya ke membuat prodak sendiri, seperti itu” ungkap Nicko.

Berdasar pengalaman petani puger sendiri hal ini merupakan pendampingan yang sangat membantu dalam meringankan petani puger, karena selain dengan persoalan relokasi saluran irigasi, persoalan budidaya tani juga merupakan problem penting menyangkut kesejahteraan tani. Bapak Sugianto selaku penasehat LDR yang ditunjuk menuturkan bahwa hal semacam ini belum ada pendampingan dari pemerintah.

“Selama ini kita tidak pernah tersentuh itu dari pemerintah, tidak ada pelatihan seperti itu.”

Ia juga menuturkan bahwa dengan pembuatan kelompok LDR secara terstruktur ini menjadi harapan bisa terlanjut program-program serupa.

“ Tadi sudah juga dibuat, istilahnya komunitasnya untuk mengeratkan kelompok ini kedepannya biar tertata dengan baik, beberapa struktur, program-program apa nanti yang akan dilaksanakan”

Dapat diketahui sebelumnya elemen-elemen yang tergabung dengan aksi penolakan  relokasi irigasi, melakukan aksi unjuk rasa kepada Pemerintah Daerah, tetapi sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang dilakukan oleh bupati.
 

Penulis : Priyo Labda Yusuf

Galang Donasi, UKM Siklus Bagi-Bagi Masker Dan Nasi Bungkus

PRIMA FISIP - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kerohanian Islam, Siklus, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Jember (Unej), melakukan kegiatan bagi-bagi masker dan nasi bungkus kepada masyarakat terdampak Covid-19 dalam agenda Siklus Berbagi.

Ketua umum UKM Siklus, Sulfan Aris Sandi, mengatakan kegiatan ini dilakukan guna membangkitkan kembali semangat gotong royong di masa pandemi yang telah memudar karena kasus Covid-19 yang terus meningkat. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat di sekitar wilayah kampus UNEJ dengan menyasar masyarakat yang membutuhkan, mulai dari tukang becak, pemulung, serta masyarakat yang tidak memakai masker.

Siklus Berbagi, ini merupakan kegiatan bagi-bagi nasi bungkus dan masker setiap hari Jumat kepada saudara kita yg membutuhkan, sumber dananya kita open donasi dek. Kegiatan ini semoga menjadi stimulus untuk membangkitkan kembali semangat gotong royong kita di masa pandemi yg sudah memudar, karena semua tahu kasus Corona terus meningkat

Aris mengungkapkan, respon positif dan doa yang di berikan oleh masyarakat membuatnya semakin bersemangat untuk terus berbagi dan melakukan kebaikan. Rencananya, program ini akan terus berjalan hingga masa kepengurusan Siklus berakhir.

“Alhamdulillah responnya baik, bahkan didoakan yang baik-baik oleh masyarakat ‘semoga dapat ganti yang lebih baik’ jadi itu menjadi tambahan semangat bagi kita untuk terus berbagi,” ungkap Sultan Aris.

Aris juga turut menaruh harapan pada beberapa program kerja yang tersisa agar dapat terlaksana dengan baik dan diberikan keberkahan. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat memberikan kebermanfaatan bagi anggota siklus serta mahasiswa pada umumnya.

Harapannya untuk semua program kerja semoga terlaksana, diberi kelancaran dan keberkahan, dan semoga dapat bermanfaat bagi anggota siklus dan mahasiswa pada umumnya

Donasi Siklus Berbagi dibuka untuk umum. Bagi donatur yang ingin turut serta menyumbang dalam kegiatan ini bisa dilakukan melalui transfer ke rekening BTN 0003001610046239 atas nama Irma Wahyu Ramadaniyah dan Mandiri 1430018088078 atas nama Tri Septia Ayu Findriani. (Kr)

Hak Berfikir Kritis Mahasiswa Tak Lagi Menjadi Yang Utama

Menyambung maraknya penolakan tegas dari berbagai elemen di Indonesia utamanya dari mahasiswa mengenai pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja pada tanggal 5 Oktober 2020, DIKTI KEMENDIKBUD ikut mensosialisasikan UU Cipta Kerja dalam “Surat Imbauan pembelajaran secara daring dan sosialisasi UU Cipta Kerja” yang beredar di masyarakat pada tanggal 9 Oktober 2020. Imbauan dengan nomor 1035/E/KM/2020 ditujukan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi yang berisikan imbauan yang kurang dapat diterima oleh saya khususnya sebagai seorang mahasiswa yang menjadi salah satu obyek utama dari isi imbauan tersebut.

Poin 4 berbunyi:

“4. mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/ penyampaian aspirasi yang dapat membahayaan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi ini;”

Poin tersebut menunjukkan bahwa KEMENDIKBUD memangkas ruang aspirasi bagi mahasiswa sebagai seorang akademisi menggunakan tameng kondisi pandemi. Bisa kita pahami sebagaimana telah diatur pada UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, bahwa demonstrasi dan unjuk rasa juga merupakan hak semua elemen masyarakat utamanya mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa. Padahal apabila kita telaah, demonstrasi merupakan salah satu cerminan mahasiswa dalam menggunakan akal budinya secara bebas, otonom dan mandiri. Yang dalam hal ini memang sedang marak mahasisa bersama-sama melakukan demonstrasi yang menyatakan penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja. Sebab demonstrasi tidak hanya aksi massal akan tetapi harus memiliki landasan kritis dengan berbagai kajian untuk menghasilkan aspirasi yang dibawa. Akan tetapi ruang kritis bagi mahasisa tersebut telah dikebiri oleh KEMENDIKBUD melalui imbauan tersebut. Inikah yang disebut “kampus merdeka”?

Selanjutnya poin 5 dan 6 yang berbunyi:

“5. membantu mensosialisasikan isi UU Cipta Kerja dan mendorong kajian-kajian akademis obyektif atas UU tersebut. Hasil pemikiran dan aspirasi dari kampus hendaknya disampaikan kepada Pemerintah maupun DPR melalui mekanisme yang ada dengan cara-cara yang santun;
6. menginstruksikan para Dosen untuk senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengkritisi UU Cipta Kerja, maupun produk kebijakan lainnya dan tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengikuti /mengadakan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i;”

Pada poin 5 DIKTI KEMENDIKBUD menghimbau kepada Pimpinan Perguruan Tinggi untuk membantu mensosialisasikan isi UU Cipta Kerja dan mendorong kajian-kajian akademis obyektif atas UU Cipta Kerja. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar dimana seperti pada dialog interaktif yang ada di televisi maupun pertanyaan dari berbagai lembaga pers kepada pemerintah bahkan anggota DPR sendiri bahwa belum ada draft final dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan. Hal tersebut mengakibatkan segala bentuk kajian dan aspirasi yang diutarakan oleh mahasiswa ditolak mentah-mentah oleh pemerintah dengan dalih bahwa kajian yang dilakukan tidak memiliki dasar bahkan dikatakan sebagai berita hoax karena belum dikeluarkannya draft final dari UU tersebut.

Sangat tidak relevan himbauan yang disampaikan adalah untuk melakukan kajian-kajian akademis yang “obyektif” ketika tidak ada draft final UU Cipta Kerja yang telah di sahkan sebagai bahan dasar pengadaan kajian itu sendiri. Karena dalam KBBI kata “obyektif memiliki arti “mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi”. Dalam hal ini tentu imbauan tersebut tidak dapat diterima dari nalar saya.

Tak Berhenti disitu, pada kalimat “Hasil pemikiran dan aspirasi dari kampus hendaknya disampaikan kepada Pemerintah maupun DPR melalui mekanisme yang ada...”, kata “mekanisme yang ada” seakan menunjukkan bahwa demonstrasi yang pada poin sebelumnya tidak diperbolehkan oleh KEMENDIKBUD untuk diikuti mahasiswa, bukan merupakan salah satu mekanisme penyampaian pemikiran dan aspirasi yang diakui di Indonesia. Hal ini tentu menciderai Pasal  Ayat 1 UU No. 9 Tahun 1998 yang mengatur bahwa unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum. Hal ini seakan menunjukkan bahwa KEMENDIKBUD telah mulai menekan hak kebebasan berpendapat dan demokrasi dari jiwa dan pemikiran mahasiswa.

Begitupun pada poin nomor 6 dimana mengimbau dosen untuk mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dan mengkritisi UU Cipta Kerja, dimana sama saja KEMENDIKBUD mendorong dosen dan mahasiswa untuk melakukan kajian kosong tanpa adanya bahan utama dalam kajian tersebut. Hal-hal tersebut menimbukan kecurigaan bagi mahasiswa bahwa segala bentuk upaya penghentian demonstrasi yang dilakukan oleh KEMENDIKBUD semata-mata sebagai bentuk pengamanan demi memperlancar “hajat” dari DPR dan PEMERINTAH dalam mengesahkan UU Cipta Kerja. Hal ini tentu sangat mengotori citra KEMENDIKBUD sebagai kementrian yang mengatur jalannya pendidikan di tanah air dan sebagai lembaga yang mengatur jalan menuju cita-cita bangsa yang tertuang pada pembukaan UUD 1945 yaitu “ mencerdaskan kehidupan bangsa”. (Dev)