Pengumuman

Dekan FISIP Tegakkan Pemberlakuan Regulasi di UNEJ Terkait Sistem E Vote

LPM PRIMA, Jember – (10/05/2023) Perkembangan PEMIRA hingga saat ini masih saja stagnan pada pergulatan sistem antara menggunakan sistem pemilihan e-vote yang dikehendaki oleh pihak Dekanat atau konvensional yang dikehendaki oleh pihak penyelenggara yakni KPUM. Berbagai pertanyaan dan harapan muncul dari kalangan mahasiswa agar kedua pihak ini segera temukan jalan tengahnya. Pada Selasa (09/05/2023), Tim Pribadi Merdeka Mahasiswa menemui Dekan dan Operator Kemahasiswaan FISIP. Keduanya menjelaskan bahwa penerapan sistem e-vote sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku di Universitas Jember dan tercantum dalam buku pedoman akademik. 

“Di buku pedoman akademik ada yang namanya sistem informasi dan seluruh kegiatan kependidikan yang ada di UNEJ harus menggunakan SISTER. Kan kita begitu, kami pun sebagai pegawai UNEJ, ketika ngurusin pangkat kita melalui SISTER, ketika kami akan ngurusi cuti pun ngeklik SISTER.” jelas Bagus selaku Operator Kemahasiswaan FISIP, Selasa (09/05) 

Djoko Poernomo menambahkan bahwa sebagai bagian dari Universitas Jember, penegakan regulasi harus terus dilakukan. “…dan saya harus menegakkan regulasi, kalo bukan kita yang menegakkan regulasi lalu siapa? makanya saya diawal tadi bilang, kalian kan orang UNEJ, mahasiswa FISIP, hidup di FISIP UNEJ, patuhi regulasi.” jelasnya, Selasa (09/05)

Baca Juga Tak Kunjung Terlaksana, Bagaimana Kabar Perkembangan PEMIRA

Djoko Poernomo dan Bagus akui bahwa pihaknya siap mendukung penuh untuk menyukseskan jalannya proses PEMIRA dengan syarat pelaksanaan tersebut menggunakan sistem e-vote yang sudah tersedia melalui SISTER. 

“Selama berada di jalur yang benar kami siap. Selama menggunakan e-vote kami siap. Tapi kalau sudah tidak menggunakan itu, pelaksanaan secara tradisional, konvensional, atau menggunakan aplikasi lain yang diluar sistem yang ada di Universitas Jember. Kami nggak support.” tegas Bagus, Selasa (09/05)

Tidak hanya itu, Dekan juga tegaskan bahwa dirinya ingin menegakkan praktik demokrasi namun tetap sesuai dengan regulasi yang sudah ada.

“Dukungan saya jelas, bahwa praktik demokrasi atau Pemilu Raya itu harus berjalan. Karena saya memang berharap FISIP ini menjadi lokomotif praktik demokrasi yang benar, namun tidak melanggar aturan. Sepanjang siapapun nanti yang ada di KPUM, kalau memang ini akan di revisi kembali, ya harus tetap menggunakan e-voting. Kalau tidak menggunakan e-voting, sama saja, nanti ya seperti ini. Karena jelas posisi saya selaku Dekan adalah menegakkan regulasi.” pungkasnya, Selasa (09/05)

 

Penulis: Hauriska Lukmaningtiyas 

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Audiensi Terhambat, Dekan: SK KPUM Sudah Berakhir

LPM PRIMA, Jember – (10/05/2023) Setelah melakukan konsolidasi, KPUM mengajukan surat audiensi sebanyak dua kali kepada Dekanat. Akan tetapi, pihak Dekanat tidak menerima audiensi tersebut. Hal ini diungkap oleh Yunita selaku Ketua KPUM ketika ditemui Tim PRIMA pada Rabu (03/05) lalu. Terkait hal tersebut, menurut Dekan FISIP saat ini SK KPUM telah berakhir. 

Kalau dilihat dari bahasa surat, saya telah menerima tembusan, tapi itu tertanggal April. KPUM itu tugasnya berakhir 29 Maret artinya secara materialnya sudah gugur. Nah ini yang semestinya harus bisa dipelajari oleh mahasiswa. Agar supaya mereka memahami tentang SK itu, sehingga ketika mengajukan dibulan April dalam hukum formal itu sudah tidak sah, sudah berakhir,” jawab Djoko Poernomo, Selasa (09/05)

Baca Juga PEMIRA Tak Berjalan, Pelaksanaan Audiensi Pun Belum Temukan Titik Terang

Tak hanya Djoko Poernomo saja yang memberikan tanggapan, Barlean Bagus Satrio Aji selaku Operator Kemahasiswaan turut berkomentar terhadap permasalahan ini. 

Pada intinya saya sudah pernah menyarankan pada mereka, kalo mereka ingin disebut sebagai KPUM  ataupun disebut sebagai BANWASLU. Harusnya mereka mengurus dari awal kembali. Ketika masa bakti mereka sudah terlampaui, otomatis secara formal kan gugur, bukan lagi KPUM, bukan lagi BANWASLU. Kalo membuat surat dan mengatasnamakan KPUM harusnya mereka ngurusi lagi, minta SK lagi, diperpanjang,” tambah Bagus, Selasa (09/05)

Barlean Bagus Satrio Aji selaku Operator Kemahasiswaan juga mengungkapkan bahwa, per hari ini pihak KPUM belum melakukan perpanjangan SK. Sehingga, karena SK KPUM berakhir pada tanggal 29 Maret 2023, maka seluruh kegiatan dan usulan di atas tanggal tersebut tidak bisa dipenuhi. 

Baca Juga Ramai Pemberitaan Mengenai Keterlambatan PEMIRA, KPUM Angkat Bicara

Dekan berharap supaya baik KPUM maupun BANWASLU segera melakukan perpanjangan SK. Menurutnya, BANWASLU memiliki fungsi sebagai pengawasan harusnya juga memiliki kontrol untuk mengingatkan pihak KPUM terkait SK yang sudah berakhir.

Sebenarnya saya juga sangat berharap banget kepada BANWASLU karena fungsi BANWASLU itu sebenarnya melakukan pengawasan terhadap apa yang dikerjakan oleh KPUM, sehingga ada kontrol sebenarnya. Misalnya begini bahasa saya, hei KPUM ini kan berdasarkan SK Dekan tugas kita akan berakhir 29 bulan Maret, segera lakukan.” ujar Djoko Poernomo, Selasa (09/05)

Sebelumnya, KPUM mengeluhkan mengenai susahnya menemui Dekan Fisip untuk membahas PEMIRA. Menurut Djoko Poernomo hal tersebut disebabkan karena SK KPUM telah berakhir. 

Kalau soal bisa menemui itukan semuanya bisa untuk mahasiswa saya. Jadi problemnya itu kan saya sendiri ini kan selain mengajar kan, juga memenuhi tugas-tugas sebagai Dekan, pertemuan. Selain ada pekerjaan yg sifatnya administratif ya. Kemudian kedua sekarang itu kalau menggunakan atribut KPUM atau BANWASLU itu sudah berakhir. Jadi betul yang disampaikan oleh Mas Bagus. Jadi ini harus dilakukan semacam pemilihan ulang atas KPUM. Kalau Pak Bagus tadi itu menggunakan bahasa diperpanjang, kira kira begitu,” jelasnya, Selasa (09/05)

 

Penulis : Allysa Salsabillah

Editor   : Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Sudah Dua Hari, Pelaksanaan UTBK SNBT 2023 di FISIP UNEJ Berjalan Lancar

LPM PRIMA, Jember – (10/05/2023) Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer – Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) gelombang satu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada hari kedua berjalan dengan lancar. UTBK SNBT 2023 terbagi menjadi dua gelombang, yakni 8-14 Mei dan 22-23 Mei 2023. 

Alhamdulillah, karena hari ini kita sudah mempersiapkan sebelum acara, acara yang sesi satu masih terpantau lancar. Jika adapun itu hanya minor dan tidak menjadi gangguan,” jelas Rian, salah satu petugas UTBK di FISIP 2023, Selasa (09/05) 

Rian juga menyampaikan, bahwa petugas akan memberikan pelayanan sebaik mungkin supaya peserta UTBK bisa maksimal ketika mengerjakan ujian. Petugas akan bertanggung jawab sesuai pekerjaannya.

UTBK dilaksanakan sebanyak dua sesi setiap harinya di Laboratorium Komputer Gedung C FISIP UNEJ. Sesi pertama dimulai pada pagi hari dan sesi kedua dilakukan pada siang hari pukul 12.00 WIB. Sesi diawali dengan peserta berkumpul di ruang transkrip, kemudian mulai mengerjakan serentak pada pukul 13.00 WIB. 

Jumlah peserta UTBK setiap sesinya adalah 20 peserta dengan didampingi beberapa petugas UTBK di dalamnya.  Petugas terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu penanggung jawab lokasi, pengawas, IT ruang, dan IT lokasi dari UPT TI. 

Berbeda dengan aturan tahun lalu, peraturan tentang vaksinasi dan rapid tes pada peserta UTBK-SNBT 2023 mulai dilonggarkan. Ini terjadi karena adanya penurunan kasus covid-19 pada tahun ini. 

Rian menjelaskan, bahwa pengecekan vaksinasi dan rapid tes tahun ini bisa dilakukan di setiap lokasi UTBK. 

"Dulu pengecekan rapid atau vaksin dilakukan di depan Double W, sekarang sudah di setiap lokasi UTBK." ujarnya, Selasa (09/05) 

 

Penulis: Lio April Setiawan 

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Cuaca Sedang Tidak Stabil, Mahasiswa Menjadi Sering Emosi

LPM PRIMA, Jember -- (09/05/2023) Dalam prakiraan cuaca, bulan Mei telah memasuki musim kemarau. Walaupun cuaca saat ini panas, akan tetapi masih ditemukan cuaca mendung bahkan turun hujan di waktu musim kemarau. Anomali cuaca bulan ini ternyata dapat mendatangkan dampak psikologis bagi manusia. Beberapa orang akan merasakan pergantian emosi ketika cuaca panas ataupun dingin. Ketika suhu cuaca naik membuat orang mudah marah dan sebaliknya saat suhu turun suasana hati menjadi sedih. Suhu dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku, semakin menyimpang dari suhu normal, semakin tidak nyaman yang kita rasakan. Dalam penelitian Denissen et al. (2008), ia menemukan bahwa pengaruh cuaca lebih berdampak pada suasana hati negatif seseorang, daripada membantu suasana hati positif seseorang.

Terlebih bagi mahasiswa, cuaca dapat mempengaruhi emosi mereka. Selain dari tumpukan tugas dan kegiatan-kegiatan, cuaca yang tidak stabil sekarang ini menambah faktor mahasiswa menjadi stress dan mudah emosi. Terlebih saat ini,  terkadang tiba-tiba turun hujan dan membuat emosi atau mood berubah-ubah. Suhu lembab dapat memuat orang bete, suhu dingin menjadi malas, suhu panas membuat orang semakin mudah emosi marah bergejolak.

Mungkin tidak semua mahasiswa merasakan dampak dari perubahan cuaca terhadap emosi mereka. Memang efek cuaca pada suasana hati tergantung pada perilaku dan cara berpikir. Pada dasarnya, cuaca tidak berdampak banyak pada suasana emosi. Hanya saja, perubahan emosi pada cuaca tidak stabil ini dapat mempengaruhi seseorang yang mentalnya mudah goyah. Khususnya bagi mahasiswa yang sedang berada pada tahapan usia tidak mudah dalam mengendalikan emosi. 

Sebenarnya mahasiswa sering emosi tidak hanya akibat dari perubahan cuaca yang tidak stabil. Bisa saja disebabkan karena tekanan dari lingkungan kampus atau rumah, faktor kesehatan, anxiety, dan sebagainya. Hanya saja, cuaca yang tidak stabil, terkadang panas dan sesaat datang cuaca mendung. Hal tersebut menambah banyak dampak pada suasana hati.

Maka dari itu, mahasiswa dianjurkan untuk menjaga tubuh mereka, fisik maupun psikis mereka. Karena efek dari pemanasan global membuat cuaca tidak menentu. 

 

Referensi:

Mei, Yi, Lili Xu, and Zhixing Li. "Study on Emotional Perception of Hangzhou West Lake Scenic Area in Spring under the Influence of Meteorological Environment." International Journal of Environmental Research and Public Health 20.3 (2023): 1905. https://www.mdpi.com/2084060 

Laskar Pelangi

Penulis: Andrea Hirata

Oleh: Maulyda Putri Pangesti

Anggota LPM PRIMA

Mahasiswa Kesejahteraan Sosial, Fisip, Unej

Sinopsis

Di latar belakangi sebuah daerah terkaya di Indonesia yaitu Belitong. Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitung Timur. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin yang menempuh pendidikan di suatu sekolah, walaupun penuh dengan keterbatasan.

Sekolah penuh keterbatasan itu bernama Sekolah Muhammadiyah, sekolah yang terancam dibubarkan di hari pertama penerimaan murid baru. Surat peringatan yang diberikan oleh pemilik sekolah pusat berisi “10 orang atau tidak sama sekali”. Di detik-detik kepala sekolah berpidato bahwa pembelajaran tidak akan diselenggarakan, Ibu Muslimah dengan tekadnya mencari satu anak untuk memenuhi standar yang sudah diberikan. Lalu munculah Harun seorang “anak istimewa” yang menyelamatkan mereka semua.

Kisah mereka berawal disini, julukan Laskar Pelangi diberikan Bu Muslimah kepada kesepuluh anak-anak hebat ini. Dalam novel ini, kisah perjalanan Laskar Pelangi dalam menempuh pendidikan di SD Muhammadiyah ditemani dengan beragam emosi, baik rasa bahagia, dramatis hingga mengharukan.

Kelebihan 

Novel ini mengharukan dan memuat banyak pelajaran dan amanah. Diksi yang digunakan bagus dan mudah untuk dipahami. 

Kekurangan

Cover yang digunakan kurang menarik minat perhatian. 

Identitas Buku

Penulis: Andrea Hirata

Negara: Indonesia

Genre; Roman

Penerbit: Bentang Pustaka, Yogyakarta

Tahun Terbit: 2005

Halaman: xxxiv, 529 halaman

ISBN: 979-3062-79-7

PEMIRA Tak Berjalan, Pelaksanaan Audiensi Pun Belum Temukan Titik Terang

LPM PRIMA, Jember – (06/05/2023) Pelaksanaan Pemira hingga berita ini diterbitkan masih belum terlaksana, sulitnya mencari titik temu antara keinginan KPUM dan Dekanat menjadi faktor utama terhambatnya pelaksanaan Pemira. Pihak KPUM sempat mengajukan audiensi kepada Dekanat untuk menyampaikan hasil konsolidasi bersama ketua angkatan saat bulan Ramadan lalu. Namun, hingga saat ini pelaksanaan audiensi belum menemukan titik terang.

Ketua KPUM, Yunita menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan surat audiensi sebanyak dua kali, namun Dekanat tidak mau menerimanya. 

Sebelum liburan kemarin kami sudah dua kali mengajukan surat untuk audiensi, akan tetapi memang dari dekanatnya tidak mau menerima audiensi dari kami. Entah kenapa kami juga kurang tau, yang pasti katanya itu adalah tupoksi dari Wadek 3. Kemudian saya menghubungi Wadek 3 dan katanya karena memang gak ada memo dari Pak Dekan ya, makanya itu Pak Wadek 3 gak bisa menjalankan audiensi tersebut.” tutur Yunita, Rabu (3/5)

Ketika ditemui tim wartawan Pribadi Merdeka Mahasiswa, Edy Wahyudi selaku Wakil Dekan III memberikan penjelasan mengenai simpang siur audiensi dari KPUM ke Dekanat, dan meluruskan tupoksi yang dimiliki oleh Wakil Dekan III dalam pelaksanaan Pemira ini.

“Ya berarti itukan menjadi kewenangan Pak Dekan, bukan kewenangan saya. Kalau temen-temen KPUM ingin audiensi dengan Pak Dekan ya silahkan komunikasi dengan Pak Dekan, bersedia atau tidak dengan alasan apa bisa dikonfirmasi. Jadi saya memfasilitasi proses sesuai dengan SK yang ada.” jelas Pak Edy Wahyudi, Jumat (5/5) 

Edy Wahyudi selaku Wakil Dekan III dan juga Dekan menyayangkan sistem e-vote yang telah difasilitasi justru ditolak oleh KPUM. Edy Wahyudi menyadari akan dilematisnya permasalahan Pemira ini dan berharap ada upaya kreatif dari KPUM agar dapat menemui Dekan secara langsung.

“Pak Dekan menyayangkan mengapa e-vote justru ditolak oleh teman-teman KPUM. Lah itu disayangkan loh ya, saya sudah memfasilitasi lo ya. Niatkan bareng gitu lo ayo, ya dilematis memang ya. Jadi konteks terkait dengan pengambilan keputusan, kalau memang mau ada audiensi hanya sekedar audiensi ya silahkan, saya bisa hadir. Cuman, kalau nanti ujung- ujungnya adalah tetep pengambilan keputusan saya ngga bisa memutuskan. Kecuali aspek teknis ya saya bisa bantu, kewenangan saya kan disitu. Jadi perlu adanya upaya lain atau upaya kreatif untuk bisa bertemu dengan Dekan. Silahkan itu temen temen KPUM yang merumuskan.” pungkas Edy Wahyudi, Jumat (5/5). 

 

Penulis: Ghoffar Machmud

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

PEMIRA Molor Hingga Usai Lebaran, KPUM dan Dekanat Belum Menemukan Titik Temu

LPM PRIMA, Jember – (06/05/2023) Kemoloran pelaksanaan PEMIRA telah menjadi keresahan bagi beberapa kalangan mahasiswa FISIP sejak sebelum bulan Ramadan. Tidak kunjung adanya titik temu antara KPUM sebagai penyelenggara yang menginginkan pemungutan suara secara konvensional dan dekanat yang menginginkan secara e-vote, menyebabkan PEMIRA belum menemukan kejelasan hingga lebaran usai.  

Saat ditemui wartawan PRIMA, Wakil Dekan III, Edy Wahyudi menjelaskan terdapat surat dari Mawa Pusat yang menunjukkan bahwa permintaan dari KPUM yang bisa dicover adalah sistem load dengan pin atau password saat akan mencoblos, dan sistem pilihan mencoblos lebih dari satu, atau tidak mencoblos sama sekali. 

Permintaan yang tidak bisa dicover oleh pihak UPT TI dari KPUM adalah penghitungan suara secara manual karena dinilai tidak efektif oleh UPT TI dan pihak dekanat. 

"KPUM pengen penghitungannya konvensional, karena serunya disitu kalau bisa ditampilkan satu-satu. Padahal semangat dengan e-vote itu kan salah satunya adalah di samping transparan, akuntabel, tapi juga efektif. Salah satunya adalah quick count, hasilnya bisa diklik, kerahasiaannya bisa dijaga. Ketika pemilu itu selesai, misalkan didesain jam 5 selesai. Maka baru jam 5 kita bisa mengakses, hasilnya bisa langsung tersaji." jelas Edy Wahyudi, Jumat (5/5) 

Edy Wahyudi juga menjelaskan bahwa keamanan data dari UPT TI dapat terjamin. "UPT TI sebetulnya menggaransi terkait dengan keamanan, maupun kebenaran dari data yang sudah dilakukan oleh masing-masing pemilih, oleh warga FISIP ketika coblosan. Mereka sudah diikat sumpah dengan tidak mungkin akan mengotak-atik hasil, dan juga untuk apa kan bahasanya." terangnya, Jumat (5/5) 

Menurut Wadek III, semangat yang dimiliki KPUM dan Dekan Fisip mengenai sistem pemungutan suara saat PEMIRA  berbeda. 

" Pak dekan mengatakan e-vote sudah sangat transparan. Padahal semangatnya memang dari KPUM kalo bisa ya jangan e-vote, ya sudah tidak ada titik temu disitu. Sehingga yang mengemuka adalah UPT TI tidak bisa mengakomodir keinginan kita terkait dengan e-vote." terang Edy Wahyudi, Jumat (5/5) 

Jika diibaratkan, menurut Edy Wahyudi UPT TI hanya tidak bisa memenuhi satu permintaan. Namun hal tersebut menyebabkan sulit ditemukannya titik temu. 

"Jadi misalkan ada 4 request, hanya 1 request yang tidak bisa, hanya soal penghitungan. KPUM mengatakan serunya disitu, pengen memberikan rasa keadilan pada audiens yang melihat. Ini kan memang beda, e-vote dengan konvensional memang beda, nggak bisa disamakan. Jadi titik temunya yang susah saya pikir." tutur Edy Wahyudi, Jumat (5/5) 

 

Penulis: Fatimah Alya 

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Sindiran Terhadap Standar Ganda Dalam Video Klip dan Lagu “The Man” Taylor Swift

LPM PRIMA, Jember -- (06/05/2023) Musik merupakan medium atau perantara ekspresi, banyak orang yang menggunakan musik sebagai salah cara untuk menyampaikan sesuatu dan mengungkapkan perasaan mereka. Bahkan, banyak musisi terkenal yang menyisipkan pesan-pesan tersembunyi di dalam lirik maupun video klip yang mereka rilis. Salah satu musisi yang terkenal dengan permainan kata dan pesan-pesan tersembunyinya adalah Taylor Swift. Pada 27 Februari tahun 2020 lalu, Taylor sempat menjadi perbincangan hangat di sosial media setelah merilis video klip The Man untuk album barunya yang berjudul Lover. Mengapa video dan lagu tersebut bisa sampai menjadi trending topic saat itu?

Sebelum kita membahas isi video klip tersebut, mari kita lihat sedikit biografi dari musisi yang mendapat gelar Entertainer of The Year dari Country Music Association ini. Taylor Alison Swift adalah musisi perempuan berkebangsaan Amerika Serikat yang lahir pada tanggal 13 Desember 1989. Penulisan lagu dan pemilihan kata dalam lirik yang sering berpusat pada kisah dari kehidupan pribadinya telah menerima banyak pujian dan menjadi sorotan media sejak album debutnya rilis pada tahun 2006 lalu. Taylor Swift juga dikenal sebagai pribadi yang fearless dan tidak takut untuk mengungkapkan kritik maupun sindiran melalui lagu-lagunya, salah satu contohnya ada pada lagunya yang berjudul The Man.

Di dalam video klip tersebut, Taylor didandani dan berakting sebagai seorang laki-laki. Video klip tersebut dibuka dengan adegan seorang pria yang sedang menatap jendela kemudian berjalan masuk ke ruang kerja para karyawan dengan Langkah angkuh. "I'd be a fearless leader, I'd be an alpha type. When everyone believes ya, what's that like?" dalam penggalan lirik tersebut, Taylor mengatakan bahwa perempuan juga bisa menjadi seorang pemimpin seperti halnya kaum lelaki. Namun, sampai sekarang masih banyak orang yang beranggapan bahwa posisi tersebut tidak cocok untuk kaum perempuan dan mereka tidak akan sanggup untuk menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin.

Taylor Swift juga melayangkan sindiran kepada Scooter Braun yang telah memanfaatkan dan mengambil hak kepemilikan dari keenam albumnya. Terdapat adegan yang menunjukkan dinding stasiun yang dicoret dengan judul dari albumnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada standar ganda yang “menjijikan” kerap terjadi di industri  hiburan Hollywood, dimana banyak orang yang merasa bahwa mereka memiliki kekuasaan atas seniman-seniman perempuan tersebut. Tidak hanya Taylor, juga ada beberapa musisi dan aktris juga membagikan cerita mereka yang diperlakukan tidak adil selama berada di industri hiburan.

Sindiran Taylor Swift tidak selesai sampai di situ saja, dia masih menyindir tingkah para lelaki yang dianggap merendahkan perempuan di kehidupan sosial, seperti kebanggaan dalam menjalani cinta semalam dengan banyak wanita. 

I'm so sick of running as fast as I can, Wondering if I'd get there quicker, If I was a man. And I'm so sick of them coming at me again, Cause if I was a man, Then I'd be the man."

 

Identitas Musik:

Tahun Rilis : 27 Februari 2020

Durasi : 3.10 Menit

Penyanyi : Taylor Swift

Album : Lover

Produser : Rebecca Skinner

 

Penulis : Alisha Dyah Shafira

Editor : Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

The Psychology of Money

Penulis: Morgan Housel

Oleh: Sherly Ananda C

Anggota LPM Prima

Mahasiswa Administrasi Negara, Fisip, Unej

“Kamu bisa membangun kekayaan tanpa pendapatan yang besar, namun kamu tidak bisa membangun kekayaan tanpa mindset yang benar tentang uang”

-Morgan Housel

 

The Psychology of Money merupakan buku karya Morgan Housel. Buku The Psychology of Money menjadi salah satu buku best seller internasional yang telah diterbitkan lebih dari 26 bahasa sejak penerbitan pertama pada tahun 2020. Bahkan, buku ini termasuk dalam 10 buku terlaris di Amerika Serikat versi Amazon. Buku ini ditulis oleh Morgan Housel, seorang mantan kolumnis The Wall Street Journal dan pemenang berbagai penghargaan seperti Best in Business Award dari Society of American Business Editor & Writers. Buku The Psychology of Money terdiri dari 262 halaman, di mana setiap halaman buku ini dikemas dengan ringkas dan mudah dipahami oleh pembaca. Sebagai penulis buku 262 halaman tersebut, Morgan Housel membuat 19 cerita pendek yang mengeksplorasi pembaca untuk memahami persepsi uang dari sisi psikologis. 

Buku ini menceritakan tentang hubungan antara manusia dengan uang yang dilihat dari sudut pandang perilaku manusia. Dari 19 cerita pendek yang ada dalam buku ini mengisahkan kisah nyata dari dua orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Orang pertama bernama Ronald James Read, seseorang yang berprofesi sebagai petugas kebersihan pom bensin Amerika Serikat. Orang kedua bernama Richard Fuscone, seseorang yang berprofesi sebagai eksekutif di Perusahaan Manajemen Investasi Merril Lynch. Dimana ia seorang yang memiliki latar belakang sarjana Pendidikan Ekonomi dan merupakan lulusan kampus ternama dunia, Harvard University. Walaupun Ronald memiliki latar belakang yang berbeda dengan Richard, namun sepanjang hidup Ronald memiliki perilaku dan gaya hidup sederhana serta rajin menabung. Hal tersebut terbukti pada masa akhir hayat Ronald, ia mampu memiliki uang sebesar 8 juta USD atau sekitar 114,6 miliar rupiah. Dimana dari sebagian besar uang tersebut telah disumbangkan ke rumah sakit lokal dan perpustakaan.

Sementara itu, Richard yang memiliki latar belakang yang lebih beruntung bahkan ideal malah tidak mampu mengelola keuangan dengan baik. Ia berperilaku dan memiliki gaya hidup boros. Akibat perilaku dan gaya hidup Richard tersebut, membuat ia harus beberapa kali berhutang dan ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 2008 memaksa Richard untuk menyatakan kebangkrutan. Apabila berbicara mengenai pengetahuan, tentu Richard memiliki pengetahuan yang lebih besar daripada Ronald, namun apabila melihat perilaku dari keduanya tersebut. Ronald lebih beruntung atau memiliki nasib hidup yang jauh lebih baik daripada Richard. Sehingga, dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan dan profesi yang ideal belum tentu menjamin kesejahteraan hidup yang lebih baik apabila tidak diimbangi dengan perilaku dan gaya hidup yang sederhana, serta berorientasi pada masa depan.

Selain itu, dalam buku ini Morgan Housel memaparkan mengenai perbedaan yang mendasar antara makna rich dan makna wealth. Meskipun memiliki makna sama-sama kaya, namun Morgan Housel memaknai rich sebagai kekayaan yang terlihat dari seseorang, seperti rumah mewah, gadget terbaru, mobil mahal dan lain sebagainya. Sedangkan, wealth dimaknai sebagai kekayaan yang disimpan dan tidak serta merta dapat terlihat. Sehingga, terkadang seseorang tersebut dapat terlihat “rich” namun kenyataannya justru memiliki banyak hutang. Disisi lain, terkadang seseorang sebenarnya “wealth” namun tidak menunjukkan bahwa ia “rich”. Bagian akhir cerita pendek dalam buku The Psychology of Money tersebut, memaparkan bahwa Morgan Housel ingin memberikan saran mengenai suatu kekayaan yang telah dimiliki oleh seseorang sebaiknya untuk dipertahankan. Dalam mempertahankan kekayaan tersebut membutuhkan survival mindset, agar dalam mengambil keputusan dalam keuangan tidak dilakukan secara semena-mena.

Kelebihan dalam buku The Psychology of Money mampu dikemas dalam 19 cerita pendek yang memudahkan pembaca dalam memahami setiap cerita yang ada dalam buku ini. Selain itu, pembaca tidak harus membaca secara berurutan untuk menikmati tulisan-tulisan yang ada di dalamnya. Meskipun buku ini berbicara mengenai keuangan dan kekayaan, namun Morgan Housel berhasil membuat pembaca memahami buku ini dengan mudah melalui bahasa yang ia gunakan. Buku ini juga dapat dibaca oleh semua kalangan karena sangat berguna untuk mengetahui ilmu tentang pengelolaan keuangan. Morgan Housel juga menyampaikan bahwa sebaiknya kita hidup dengan kekayaan “wealth” daripada kekayaan “rich”.

 

Penulis : Morgan Housel

Penerbit : BACA

Tahun terbit : 2021 (cetakan pertama)

Tebal halaman : 262 halaman

Beberapa Selebaran Kemoloran PEMIRA Tertempel di Kantin, Mahasiswa FISIP Berikan Tanggapannya

LPM PRIMA, Jember – Setelah ramai di menfess Unej, keresahan mahasiswa mengenai kemoloran Pemira juga kembali tersalurkan melalui selebaran poster yang tertempel di dinding kantin Fisip sejak (3/5/23). Selebaran perihal kemoloran Pemira ini menuai berbagai polemik dan sebagian besar mahasiswa mulai mempertanyakan perihal kejelasan pelaksanaan Pemira yang tak kunjung terealisasi. Menanggapi hal tersebut, beberapa mahasiswa mengutarakan tanggapannya perihal beredarnya selebaran kemoloran Pemira di kantin Fisip. 

Tim Pribadi Merdeka Mahasiswa melakukan wawancara dengan salah satu mahasiswa Fisip berinisial I mengenai lokasi penempelan selebaran poster kemoloran PEMIRA di kantin Fisip. 

Menurutku ya pemilihan lokasi di kantin fisip itu udah strategis banget karena hampir 80% mahasiswa fisip setiap harinya pasti ke kantin sekedar makan, nongkrong, atau pun mau duduk doang.” ungkap I pada Kamis (4/5).

Sedikit berbeda dengan pendapat sebelumnya, mahasiswa berinisial H justru kurang setuju dengan pemilihan tempat penempelan selebaran Pemira itu. Menurutnya, lebih baik selebaran itu sekalian ditempel di dekat ruang dekanat. 

Kalau mau nempelin, itu harusnya jangan di kantin. Karena yang pertama lihat pasti mahasiswa. Kalau sasarannya adalah masyarakat luas, masyarakat luas dalam konteks FISIP. Seharusnya ditempel ke-sekiranya semua orang tuh lihat. Konteksnya ini kan kita berpacu pada dekan. Ya, itu kita tempelin di deket dekanat tuh gapapa, nggak masalah, banyakin tempelan biar semua orang pada liat. Dan itu adalah sebuah strategi yang apik. Dan sekaligus kita mendorong itu.” ungkap H pada Kamis (4/5).

Baca Juga Tak Kunjung Terlaksana, Bagaimana Kabar Perkembangan PEMIRA

Kemudian, mahasiswa berinisial H juga menambahkan bahwa seharusnya Pemira ini dijalankan secara demokratis. "Dekan sudah menyalahi kode etik demokrasi yang menyatakan pemerintahan oleh rakyat, untuk rakyat, dan dari rakyat. Seharusnya itu semua diserahkan kepada mahasiswa. Terserah mahasiswa itu melakukan voting sesuai dengan kesepakatan mahasiswa." tukas H pada Kamis (4/5).

Mahasiswa berinisial I berharap kedepannya pihak penyelenggara bisa memberikan klarifikasi secara langsung, agar tidak menggiring opini yang tidak benar dari mahasiswa.

Kedepannya jika terjadi masalah seperti ini, harus segera diklarifikasi tentang struggle yang sedang terjadi. Selain itu, harus adanya sosialisasi perihal pemira. Jadi harus setransparan mungkin. Kalau kayak gini kan beberapa mahasiswa juga memiliki beberapa opini, apa ini disengaja, apa ini gangguan dari pihak lain atau petinggi-petinggi gitu lah. Pasti banyak spekulasi yang muncul yang membuat nama Pemira ini kedepannya bakal jelek dan ngurangin elektabilitas dan kredibilitasnya.” tutup I pada Kamis (4/5).

 

Penulis: Avilla Dian Ratnafuri 

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Banwaslu Tanggapi Ramainya Cuitan di Sosial Media Soal Kemoloran Pemira FISIP 2023

LPM PRIMA, Jember – Baru-baru ini sedang ramai di sosial media twitter dan instagram mengenai keresahan mahasiswa FISIP karena molornya pelaksanaan Pemira 2023. Postingan menfess tersebut mempertanyakan alasan dari kemoloran Pemira yang tak kunjung terlaksana hingga usai lebaran. Menariknya, postingan ini berhasil memancing para mahasiswa untuk ikut speak up di kolom komentar. Di lain sisi, Banwaslu Fisip selaku pengawas jalannya Pemira turut menyaksikan menfess tersebut, sekaligus memberikan tanggapannya. 

“Menurut saya mengenai citra dari Fakultas. Mungkin banyak orang yang berpikir bahwa citra Fakultas bakal buruk di mata mahasiswa FISIP UNEJ aja. Ternyata sejak adanya menfess di twitter dan instagram itu, orang-orang jadi pada tau oh ternyata ormawa di FISIP masih belum terbentuk nih. Kemudian takutnya citra yang buruk juga bakal didapetin oleh mahasiswa baru.” tutur Wibi selaku Sekretaris Banwaslu, Selasa (2/5)

Baca Juga Ramai Pemberitaan Mengenai Keterlambatan PEMIRA, KPUM Angkat Bicara

Ketika ditanya soal peran Banwaslu dalam melihat kemoloran Pemira, Luqman selaku Ketua Banwaslu mengatakan bahwa tugas Banwaslu hanya dilaksanakan ketika proses Pemira sedang berlangsung. “Banwas sendiri tugasnya itu pas Pemiranya, bukan sebelum Pemira. Kalau sebelum Pemira dari KPUM sendiri.” jelasnya, Rabu (3/5)

Hingga hari ini, Banwaslu belum mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan Pemira dari KPUM, termasuk perihal press release hasil konsolidasi serta audiensi yang kabarnya direncanakan akan berlangsung setelah konsolidasi.

Melihat viralnya postingan menfess di sosial media menyoal Pemira 2023 tersebut, Luqman berharap agar pihak Dekanat maupun KPUM ikut merespon hal tersebut. “Harapan saya dari pihak Dekan maupun KPUM sendiri bisa melihat dan merespon yg sudah viral di IG itu agar keduanya bisa menurunkan egonya demi kepentingan mahasiswa FISIP.” ucapnya, Rabu (3/5)

Sejalan dengan Luqman, Haidar selaku Koordinator Divisi Pengawasan Banwaslu juga menyampaikan harapannya agar Pemira tahun ini dapat segera terselenggara. 

“Harapan saya semoga dari pihak Dekanat sendiri itu mempermudah jalannya, soalnya kan dari awal yang ibarate ngoyok-ngoyok kita agar segera dijalankan itu Dekanat. Tapi pada akhirnya yang sebenarnya menghalangi itu dari pihak Dekanat.” pungkas Haidar, Selasa (2/5)

 

Penulis: Hauriska Lukmaningtiyas 

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Ramai Pemberitaan Mengenai Keterlambatan PEMIRA, KPUM Angkat Bicara

LPM PRIMA, Jember – Pada (28/4/23) lalu, base account Universitas Jember, @MenfessUnej, mengunggah cuitan mengenai PEMIRA. Unggahan ini mendapatkan respon yang beragam. Selain itu, beberapa komentar juga mengungkapkan bahwa mereka ikut heran mengenai keterlambatan PEMIRA di Fisip. Kemudian pada (3/5/23), terdapat beberapa selebaran mengenai keterlambatan PEMIRA yang ditempel di kantin Fisip. Hal ini mendapatkan tanggapan dari Ketua KPUM, Yunita. 

Yunita mengatakan bahwa pihaknya terus memperjuangkan agar PEMIRA bisa segera terlaksana. Selain itu, Yunita  juga menjelaskan bahwa ia sendiri pun sudah lelah dengan pemberitaan yang ada.

“Meskipun gak ada menfess pun kita maksudnya memperjuangkan ya. Maksudnya kita kan sebagai panitia udah tiga bulan ya. Kalo dibilang capek ngurusin ini semua ya capek dengan pemberitaan di luar sana gitu ya, tapi mau gimana lagi ini udah jadi tanggung jawab bersama gitu. Mangkanya apapun komentar-komentar di luar sana yawes wajar aja karena kan mereka tidak tahu.”  ungkap Yunita pada Rabu (3/5). 

Baca Juga Dekanat Sarankan PEMIRA Tahun Ini Gunakan E Voting Kembali

Ketika ditanya soal perkembangan request sistem yang diajukan kepada UPT TI. Yunita menjelaskan bahwa proses dekanat mengajukan request sistem dari KPUM untuk UPT TI terlalu lama, hingga memakan waktu dua minggu. 

"Requestan kami ke pengerjaannya itu cukup memakan waktu sekitar 2 minggu dan itu  kayak maksudnya tidak efisien sama sekali. Buktinya memang sedikit lama pengajuan surat untuk UPT TI saja sekitar satu minggu ya dan itu pun yang follow up harus saya. Padahal itu keinginan dari dekanat gitu." tukas Yunita, Rabu (3/5) 

Yunita juga menjelaskan bahwa dalam hal follow up ke UPT TI pun, KPUM yang tetap harus bergerak sendiri karena dekanat tidak memfollow-up

"Semisal kita sudah komplain 'Pak ini kok pengerjaannya udah lama segini?' 'Oh iya nanti saya hubungi ya. Coba kamu hubungi Pak Jarkasi selaku kepala UPT TI', gitu. Justru kami yang nge-follow up ke sana." tutur Yunita, Rabu (3/5) 

Kemudian dari request yang telah diajukan, UPT TI ternyata tidak bisa mengabulkan semuanya. "Itu yang terealisasi itu cuma di poin A sama B, itu nggak semua poin bisa terpenuhi. Itu udah kayak dipaparkan semuanya." jelas Yunita, Rabu (3/5) 

Baca Juga PEMIRA Molor, Ketua KPUM: Semisal E Voting Tidak Difasilitasi Secara Penuh Kita Kembali ke Konvensional

Yunita menyayangkan Dekan Fisip yang selama ini sulit untuk ditemui untuk membahas kejelasan PEMIRA. 

"Emang dari awal ya, itu Pak Dekan itu, nggak hadir di pertemuan-pertemuan itu. Karena bilangnya itu adalah tupoksi dari Wadek 3. Yang hadir selalu Wadek 3. Yang sebenarnya Wadek 3 pun itu manut sama keputusan dari dekan. Ya, kita ini mintanya ketemunya sama Pak Dekan, karena keputusannya kan ada di Pak Dekan gitu. Itu sih, yang bikin kayak, kita sendiri jengkel." tambah Yunita, Rabu (3/5) 

 

Penulis: Rima Kumara Dewi

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Tak Kunjung Terlaksana, Bagaimana Kabar Perkembangan PEMIRA

LPM PRIMA, Jember – Pelaksanaan Pemilihan Raya Mahasiswa (PEMIRA) FISIP 2023 tak kunjung terlaksana. Bahkan prediksi akan terlaksana sebelum bulan Ramadan juga tidak terpenuhi. Padahal jika mengacu pada Surat Keputusan (SK) awal, pihak Dekanat FISIP menuntut agar Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) KPUM selesai pada 29 Maret 2023.

Yunita selaku Ketua KPUM membagikan perkembangan terkini mengenai PEMIRA. Ia menuturkan bahwa PEMIRA mandek terhadap persoalan penggunaan sistem yakni apakah menggunakan e-voting atau konvensional.

Kalo untuk perkembangan PEMIRA sendiri yang pertama  kami masih menanyakan terkait dengan regulasi e-vote itu seperti apa. Apabila memang tidak ada regulasi yang mengatur e-vote ini harus dijalankan oleh mahasiswa ya nanti kami mungkin menginginkan audiensi. Mungkin nanti kami akan mengajukan SK ulang karena SKnya  kami habis gitu ya.  Biar kami bisa gerak.” jawab Yunita saat ditemui oleh Tim Pribadi Merdeka Mahasiswa pada Rabu (3/5)

Baca Juga KPUM Prediksi PEMIRA 2023 Akan Molor Hingga Bulan Puasa

Setelah melakukan konsolidasi bersama seluruh ketua angkatan pada (4/4/23) lalu, KPUM berencana akan mengadakan audiensi dengan dekanat. Namun, hingga saat ini pengajuan audiensi masih belum menemukan titik terang lantaran pihak Dekanat yang tidak kunjung memberi kepastian. 

“Sebenarnya sebelum liburan kemarin ya kami udah 2 kali mengajukan surat untuk audiensi. Akan tetapi memang dari dekanatnya tidak mau menerima audiensi dari kami. Entah kenapa kami juga kurang tau, yang pasti katanya itu adalah tupoksi dari Wadek 3. Kemudian saya menghubungi Wadek 3 dan katanya karena memang gak ada memo dari Pak Dekan ya, makanya itu maksudnya wadek 3 gak bisa menjalankan audiensi tersebut,” tambah Yunita, Rabu (3/5)

Baca Juga Telah Ada Hasil Konsolidasi, KPUM Harapkan Dekan Hadiri Audiensi

Hasil konsolidasi pada (4/4/23) lalu rencananya akan disebarkan melalui press release oleh KPUM, namun mereka terpaksa belum mengunggahnya karena audiensi bersama dekanat belum juga terlaksana. 

Yunita juga menjelaskan bahwa dari pihak UPT TI sendiri menyerahkan semua keputusan mengenai sistem yang akan digunakan saat PEMIRA kepada atasan. 

Kalau UPT TI kan memang bukan orang FISIP, ya. Maksudnya kalau memang ini yang kami bisa dan kalau semisal mintanya FISIP seperti ini, kami manut ke atasan. Nah, katanya orang UPT TI seperti itu. Andaikan mau dipakai nggih monggo, nggak mau dipakai nggih monggo. Emang ini murni keputusan dari dekannya saja sih. Kalau semisal, dekannya menginginkan 'Oke wes kalau memang sistem e-vote tidak bisa terpenuhi semua request-an kita, ya sudah, kamu nggak papa kembali ke konvensional' kita selesai dari dulu. Nah, ini gaada kejelasan di situ,” tambah Yunita pada Rabu (3/5) 

 

Penulis  : Allysa Salsabillah 

Editor    : Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP

Kecenderungan Multinational Company Mengeksploitasi Tenaga Kerja di Negara Berkembang

Ada banyak pendekatan yang berbeda untuk memikirkan konsep yang kompleks seperti eksploitasi, David Levine seorang Professor Administrasi Bisnis di Berkeley Haas memberikan tiga pendekatan untuk melihat konsep eksploitasi. Pertama, menanyakan secara langsung kepada para pekerja apakah pekerja merasa lebih buruk bekerja di Multinational Company (MNC) dengan tidak bekerja. Kedua, menanyakan apakah pekerja dibayar dengan “bagian yang adil”, mengingat mereka sering menghasilkan produk yang cukup berharga. Tetapi ukuran sederhana seperti apakah mereka dibayar lebih baik daripada alternatif mungkin masih kurang dari apa yang dianggap adil oleh para pengamat. Ketiga, menanyakan pemilik usaha apakah mereka menghargai hak asasi manusia tenaga kerja. Bisa disimpulkan bahwa eksploitasi menurut David Levine adalah ketika pemilik perusahaan memperoleh keuntungan dengan merugikan orang lain secara tidak adil.

Dalam pendekatan neomarxisme yang melihat eksploitasi dari sudut pandang kelas sosial, di mana pemilik modal atau pemilik perusahaan menguasai kelas pekerja melalui mekanisme ekonomi. Dalam hal ini MNC dapat dilihat sebagai wujud nyata dari kapitalisme global yang memanfaatkan keuntungan dan kekuasaan mereka untuk mengeksploitasi tenaga kerja di negara berkembang. MNC mengeksploitasi tenaga kerja dengan membayar upah rendah, mengeksploitasi lingkungan, memindahkan produksi mereka ke negara-negara yang memiliki upah yang sangat rendah dan menggunakan sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab. Ada beberapa teori pada pendekatan neomarxisme, pada artikel ini penulis menggunakan salah satu teori pada pendekatan neomarxisme yaitu teori dependensi.

Teori dependensi dikemukakan oleh Andre Gunder Frank, menjelaskan tentang adanya hubungan ketergantungan antara negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin terhadap negara-negara terpusat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam tatanan ekonomi global. Eksploitasi MNC terhadap tenaga pekerja di negara berkembang sudah berlangsung lama dengan adanya sistem ekonomi kapitalis yang cenderung dikendalikan dan didominasi oleh negara maju dan MNC, hal tersebut membuat negara berkembang sulit mengakhiri hubungan eksploitatif  dan akan menimbulkan masalah ketergantungan.

Menurut Robinson (2013) salah satu contoh kasus eksploitasi perusahaan internasional pada tenaga kerja di negara berkembang dengan pendekatan neomarxisme adalah kasus kerja paksa yang terjadi di perusahaan-perusahaan pakaian global di Bangladesh. Perusahaan-perusahaan pakaian global ini memperoleh keuntungan yang besar dengan memanfaatkan tenaga kerja murah di Bangladesh. Pekerja di pabrik pakaian tersebut dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, seperti bekerja lebih dari 12 jam sehari, tidak ada jaminan keselamatan kerja, serta upah yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena perusahaan global mengeksploitasi kondisi ekonomi negara berkembang, termasuk masalah pengangguran dan ketidakstabilan sosial-ekonomi, serta perlakuan yang tidak adil terhadap pekerja migran.

Perlindungan hak tenaga kerja juga sering kali kurang dalam perusahaan multinasional di negara berkembang. Karyawan dapat kehilangan hak untuk memperjuangkan kepentingan mereka, seperti hak untuk berorganisasi dan memperjuangkan hak-hak mereka. Hal ini dapat membuat karyawan merasa tidak aman dan terpinggirkan dalam lingkungan kerja mereka. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perhatian dan tindakan dari pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil. Perusahaan multinasional harus diawasi dan dipaksa untuk mematuhi standar yang sama dalam hal upah, jam kerja, dan hak tenaga kerja di negara-negara berkembang seperti di negara-negara maju. Pemerintah juga harus memperkuat undang-undang dan pengawasan yang dapat melindungi hak-hak tenaga kerja dan memastikan bahwa perusahaan multinasional bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.

Dalam pandangan neomarxisme, eksploitasi ini terjadi karena perusahaan-perusahaan global menggunakan kekuasaan ekonomi untuk memperkuat posisinya dan mengambil keuntungan yang besar atas kerugian pekerja lokal. Dalam hal ini, neomarxis menyoroti peran negara sebagai pihak yang harus melindungi hak-hak pekerja dan mencegah eksploitasi oleh perusahaan global. Neomarxisme juga menganggap bahwa kekuasaan perusahaan internasional tersebut dapat diatasi melalui gerakan sosial dan politik yang mengorganisir pekerja untuk melawan kekuatan kapitalis global. Gerakan tersebut dapat memperjuangkan hak-hak tenaga kerja dan lingkungan, serta menekan pemerintah untuk memperkuat undang-undang dan pengawasan yang melindungi pekerja dan masyarakat dari eksploitasi perusahaan internasional.

 

Penulis: Amar Ardiyansyah 

Referensi:

Bhattacharya, D. (2019). Exploitation of labour by multinational companies in developing countries. International Journal of Social Science and Economic

Cohen, R. (2018). Neomarxisme: A Critical Introduction. Springer.

Robinson, W. I. (2013). Global Capitalism and the Crisis of Humanity. Cambridge University Press.

 

Rumpang

Dia manusia yang membuatku merasa nyaman. Penyelamatku, cintaku, dan satu-satunya manusia tempatku bersandar. Ia hebat, pun kuat. Dia lelaki yang menyeretku dari gelapnya dunia. Dunia yang kala itu ku pandang sebagai neraka. Dunia dimana mereka menelantarkan anak gadisnya. Tempat yang membuatku trauma akan tatapan mereka. Dan ia datang, menatapku seraya tersenyum. Senyum yang tak pernah kulihat dari manusia manapun. Senyum murni yang menenangkan. Tangannya terulur menunggu untuk diraih. Dialah Sagara, laki-laki sebatang kara yang memiliki hati seluas lautan seperti namanya.

Kuberanikan diri menatap sorot matanya yang berbinar. Mata itu hitam dan bulat seakan menerawang. Ku ulurkan tanganku menggapainya. Kami duduk berdampingan di tepi jembatan. Ia tak bertanya, pun berbicara. Hanya menatap ke atas langit hitam tak berbintang sembari diiringi suara kendaraan yang ramai. Begitupun denganku, aku tak dapat berbicara sepatah katapun saat bersamanya. Di dalam benakku timbul banyak sekali pertanyaan seperti dia siapa, mengapa ia menemaniku, apakah ia mengenalku, berapa usianya, dari mana asalnya, dan banyak pertanyaan lain yang entah muncul darimana. Satu jam pun berlalu. Ia menoleh. Matanya menyorotiku seakan menembus ke relung jiwa. Kulihat bibirnya terbuka hendak berucap, tetapi berakhir diurungkannya. Sebenarnya apa mau manusia ini? Jika tak ingin berbicara, lalu mengapa ia menemaniku selama ini?

Malam itu hanya berlalu begitu saja tanpa ada percakapan di antara kami. Ia pergi begitu saja setelah menatapku dalam dan tersenyum seakan itu pertanda bahwa kita pasti bertemu lagi. Aku tertimpa perasaan asing yang tak bisa kuartikan sendirian. Perasaan bahwa aku ingin bertemu dengannya lagi dan memulai percakapan. Namun, apakah itu mungkin bagi diriku yang tampak lusuh ini. Senyumnya yang cerah telah menyelamatkanku yang ingin kabur dari bayangan mereka. Tatapannya membuatku memiliki harapan untuk berhenti berpikir bahwa mati adalah akhir dari segalanya. Auranya amat kuat hingga mengisi sedikit tenaga di jiwa dan ragaku. Untukmu, aku harap kita akan bertemu lagi.

Aku terus menelusuri jembatan panjang ini seraya berharap bertemu dengannya. Sejak pagi, tak henti-hentinya kulihat kendaraan yang melintas seolah ia ada disana. Petang pun tiba, ia tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Kuputuskan untuk duduk menghadap sungai di bawah jembatan. Sungai yang kupikir akan menjadi akhir dari hidupku. Aliran sungai yang tak berhenti membuatku sadar bahwa waktu pun seperti itu. Waktu tak akan menunggu apalagi berhenti, itu mustahil. Sama sepertiku yang harus terus berjalan meskipun jiwa ingin beristirahat. Terkadang aku berpikir sebenarnya untuk apa aku dilahirkan. Katanya semua yang dilahirkan ke dunia merupakan anugerah dari tuhan. Tuhan mana yang mereka maksudkan? Tuhan mana yang membiarkan hambanya terlantar tak beraturan? Tuhan mana yang membuat seorang anak dibuang orang tuanya? Aku sungguh tak paham. Dunia ini seakan berpaling dariku yang hanya seorang gadis kecil sebatang kara. Tuhan, jika engkau memang ada, maka bawalah dia ke hadapanku. Biarkan ia yang menjadi perantaramu untuk melindungiku dan membawaku kembali ke jalanmu.

Malam telah kembali. Bulan pun menampakkan sinarnya yang lembut. Sapuan angin terasa sejuk membelai permukaan kulit. Kulihat seseorang datang menghampiriku. Wajahnya tersamarkan lampu jalanan yang menutupinya. Tangannya membawa sekantong plastik yang melambai terayun tangannya. Namun, aku tahu dia adalah seseorang yang kunanti. Saat dia mendekat, tanpa sadar ku lebarkan senyum ke arahnya. Tatapan lembut terpancar dari wajah laki-laki itu. Laki-laki yang berhasil menarikku dari kegelapan. Tuhan, kau berhasil meyakinkanku bahwa kau benar ada di dunia ini. Terimakasih telah menghadirkannya kembali di hadapanku.

“Kau menungguku?” ucapnya yang kubalas dengan cengiran.

Ia duduk disampingku seraya mengulurkan bingkisan itu yang kuterima tanpa rasa sungkan. Aku ingin bertanya, tetapi…

“Ini adalah makanan kesukaanku, aku harap kau juga menyukainya.”

“Terima kasih.”

“Maaf kemarin aku tak berbicara apapun karena kupikir kau butuh waktu.”

“Tak apa. Mengapa kau menghampiriku padahal kita tak saling mengenal?”

“Sebenarnya aku mengenalmu. Kau Azura, bukan? Kita tinggal di pemukiman yang sama.”

“Lalu kau siapa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya.”

“Namaku Sagara, rumahku tak jauh dari milikmu. Aku tau bahwa kau jarang bahkan hampir tak pernah keluar rumah.”

Ia bercerita panjang lebar mengenai bagaimana ia mengenalku, kisah yang kupikir tak ada orang lain yang tau, bagaimana ia menahan dirinya untuk tidak menemuiku, dan banyak cerita remeh temeh lain yang membuatnya terus membuka mulut. Namun, tak kusangka aku nyaman mendengarnya. Padahal ini merupakan kali pertama kami bercakap-cakap. Walau ku akui hanya dia yang berbicara sedangkan aku mendengarkan sembari menyantap makanan yang diberikannya. Aku menyantapnya dengan lahap karena tak menerima asupan selama sehari penuh. Tentu saja perutku berteriak kelaparan. Mendengar ceritanya, mengingatkanku kembali pada masa-masa suram itu. Dimana aku tak pernah dipedulikan dan selalu mendapat perlakuan kasar dari Ibu. Ibu yang sewaktu aku kecil sangat menyayangi dan melindungiku tiba-tiba saja berubah membenciku saat aku berusia 5 tahun. Harusnya aku tak perlu mengingatnya, tetapi pikiran berkehendak lain. Aku masih ingat ketika Ibu memaksaku masuk dalam bak mandi berisi air yang dingin. Aku menggigil hingga rona tubuhku pucat tapi ibu tak peduli. Saat itu aku berumur 6 tahun. Saat usiaku 9 tahun, ia membawa seorang lelaki ke rumah dan minum-minum yang berakhir dengan pelampiasan kemarahan Ibu padaku. Tak pernah sehari pun tubuhku bersih dari luka atau lebam. Walau aku sering merasakannya tetapi aku tak pernah terbiasa. Ingin aku kabur dari rumah dan mencari perlindungan baru. Namun, aku sadar bahwa aku hanya punya Ibu. Ibu yang masih kusayangi.

Saat ini aku berusia 12 tahun. Tepat 3 hari lalu Ibu meninggalkanku dan dunia ini. Aku tidak merasa senang karena orang yang memberiku trauma telah tiada. Karena ia lah satu-satunya Ibu yang kupunya. Sepeninggal Ibu, nenek yang tak pernah ku tahu datang ke rumah kami. Ia mengambil semua surat-surat yang ditinggalkan Ibu dan mengusirku dari tempat tinggalku sendiri. Aku berteriak marah padanya. Mengapa ia yang tak pernah berkunjung tiba-tiba mengambil barang yang bukan miliknya? Ibu macam apa tak pernah ingin tau kabar anaknya? Dan nenek mana yang menelantarkan cucunya? Namun, kalimat itu tak pernah tersampaikan. Kata terakhir yang kudengar darinya yaitu “Kau tak pantas menjadi cucuku! Manusia bermata biru itu tak pantas disebut keluarga. Pergilah pada ayahmu sang pecundang!”. Air mata yang luruh seketika membuat semuanya buram dan samar. Kulangkahkan kaki keluar rumah dan menelusuri jalanan malam tanpa membawa uang sepeserpun dengan pakaian seadanya. Di malam itu, ketika pertama kali bertemu dengannya.

“Kau tidak apa? Azura!”

Suaranya membuatku tersadar akan lamunan peristiwa beberapa hari yang lalu. Aku terkesiap ketika merasakan jemarinya menelusuri pipi seraya menghapus air mataku. Ah, ternyata aku menangis. Betapa malunya aku sekarang hingga ingin menjatuhkan diri ke sungai itu. Sagara terdiam memberiku waktu untuk menenangkan diri. Aku sangat menyukai kepekaannya tersebut.

“Kau tidak pulang, Sagara?” Tanyaku padanya.

“Kau juga tidak pulang, aku akan menemanimu, jika kau mau.”

“Mengapa?”

“Aku tak ingin kau sendirian.” 

“Baiklah.”

Hampir setiap hari Sagara menemuiku di jembatan itu dan ia selalu membawakanku sesuatu seperti makanan, pakaian, bahkan sejumlah uang yang sering kali kutolak. Aku hanya merasa bahwa aku tak pantas untuk menerimanya. Sudah setahun lamanya sejak kematian Ibuku, dan ia masih bersikap sama seperti awal kami bertemu. Aku merasa senang sekaligus takut suatu saat ia akan pergi meninggalkanku. Aku sudah memiliki tempat tinggal. Saat itu, Sagara mengenalkanku pada sebuah panti asuhan di dekat kota. Aku menurut saja karena memang membutuhkannya. Beruntung ibu dan pengurus panti disana sangat baik dan tulus merawat anak-anak yang membutuhkan perlindungan. Karena usiaku yang beranjak remaja, maka aku pun ikut membantu mengurus anak-anak kecil yang ada di panti.

Kringg,,,, kringg,, kriingg!!!!!

“Ibu ada telpon!” Teriakku pada penjaga disana.

“Itu mungkin untukmu, angkatlah!”

“Halo, dengan Azura disini.”

“Halo Azura, kau merindukanku?” Nada bicara yang sangat kukenal.

“Kakak! Ada apa?” Aku kegirangan menerima telpon darinya.

“Ayo kita bertemu nanti, ada yang ingin kakak bicarakan denganmu.”

“Siap kak! Sampai jumpa nanti malam.”

Ya. Aku memanggilnya kakak sejak tau bahwa dia lebih tua dariku. Umur kami selisih 6 tahun dan ia sekarang berumur 19 tahun sedangkan aku 13 tahun. Malam ini aku bertemu dengannya di ruang tamu panti kami. Tak biasanya kita berbicara di dalam ruangan seperti ini. Apa pembicaraan ini sangat serius atau kak Sagara hanya tidak ingin kita pergi keluar. Entahlah.

“Hai Azura, bagaimana kabarmu hari ini?”

“Halo Kak, aku senang menantikan pertemuan ini.”

Kita pun berbincang dari hal yang remeh temeh seperti menceritakan kisah hari ini atau kisah berkesan lainnya seperti pertemuan kita biasanya. Hingga ia mulai menatapku lebih dalam dan sorot matanya seakan menembus penglihatanku. Aku tau hal ini sangat serius. Aku pun menyiapkan hati untuk mendengarkan apa yang akan diutarakannya. Dan ia pun berkata…

“Azura, aku akan meninggalkan negara ini dan pergi ke luar negeri untuk sementara waktu.”

Aku terdiam, terpaku sejenak mendengar perkataannya. Apa maksudnya dia akan pergi meninggalkanku?

“Aku tau seharusnya aku tetap menemanimu, tetapi aku harus pergi. Waktuku tidak bersisa banyak.”

“Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa yang kakak maksud untuk pergi? Apa terjadi sesuatu dengan dirimu?”

“Aku diminta mengunjungi keluargaku di China. Mereka memintaku untuk menemui nenekku yang sedang sekarat. Maaf aku memberitahumu secara mendadak.”

“Ternyata seperti itu. Tak apa pergilah. Kau tetap akan kembali, bukan?”

“Aku harap bisa kembali setidaknya dalam 3 tahun.”

“APA?! 3 TAHUN?!” kunjungan keluarga macam apa hingga selama itu.

“Aku harus mengurus keperluan dan pabrik milik keluargaku disana. Maaf aku tak bisa menceritakannya lebih rinci lagi.” Raut wajahnya terlihat amat khawatir dan penuh penyesalan. Ia mengatakannya dengan air mata yang tertahan di pelupuk matanya.

“Baiklah, aku hanya bisa mendoakanmu dan berharap kau kembali secepat mungkin. Aku tau bahwa aku bahkan tak bisa jadi keluargamu. Namun, aku harap kau menganggap dan mengingatku sebagai orang terdekatmu.”

Ia pergi begitu saja setelah kami berpelukan. Pelukan pertama dan terakhir yang pernah kami lakukan. Ia pergi dengan senyuman yang menyiratkan kegundahan. Aku pun melepasnya dengan senyuman menyakitkan. Tak kusangka akhirnya aku pun melepas kepergiannya di hadapanku sendiri. Walaupun aku tau ia akan kembali, tetapi 3 tahun adalah waktu yang tidak sebentar. Terutama bagi kami yang sering menghabiskan waktu bersama.

Pada awal kepergiannya aku seperti merasakan déjà vu. Berat sekali menjalani hari tanpa kehadirannya. Berbulan-bulan aku menangis merindukannya. Mengharapkan suatu telpon atau pesan darinya. Hingga air mataku kering tak bersisa. Dan perasaan ditinggal oleh manusia tempat kita bernaung terulang kembali. Namun, sekarang berbeda dengan perasaanku saat ditinggal Ibu dulu. Aku masih punya harapan bahwa dia akan kembali suatu hari nanti. Hari-hari saat aku dan Sagara bercerita dan tertawa bersama terus terngiang di kepalaku. Aku ingat ketika dia mengajakku ke taman bermain di pinggir kota, betapa senangnya kami saat itu. Aku bercerita padanya bahwa itu kali pertamaku pergi ke taman bermain yang diresponnya dengan wajah muram karena dia merasa empati saat itu. Dia selalu ada saat aku membutuhkannya. Terutama saat aku teringat dengan perlakuan kasar Ibu. Aku tau penyebab ibu dan nenek berlaku kasar padaku. Ternyata mataku mengingatkan mereka pada seseorang yang menghancurkan hidup Ibuku. Ia menelantarkan kami dan pergi bersama wanita selingkuhannya. Aku tau dari tetangga lamaku yang kutemui beberapa hari lalu. Miris sekali hidupku ini.

Kini, sudah 5 tahun sejak kepergian Sagara. Ya, sudah lebih 2 tahun dari waktu yang dijanjikannya. Aku sudah tak terlalu bergantung lagi padanya. Aku pun sudah remaja yang akan beranjak dewasa. Ternyata benar, waktu akan menyembuhkan kita dari rasa sakit yang pernah dialami. Walaupun rasa itu tak hilang sepenuhnya, tetapi ini sudah cukup. Sagara, laki-laki yang kunanti kedatangannya hingga kini tak kunjung menampakkan dirinya. Setidaknya ia bisa memberiku kabar melalui surat atau telepon, tapi tak pernah ia lakukan. Mungkin dia punya alasan tersendiri yang tak bisa kumengerti. Biarlah. Hidup ini akan tetap berjalan meski tanpa dirinya.

Esok paginya seseorang tak ku kenal menemuiku di depan panti asuhan. Aku masih tetap tinggal disana dan mengurus anak-anak panti yang lainnya. Aku juga mendapat pendidikan khusus selama tinggal di panti ini. Orang itu menghampiriku dengan raut wajah yang tak bisa kugambarkan.

“Sudah lama aku mencarimu, Azura.”

“Maaf, anda siapa?” Tanyaku pada seorang pria yang usianya sekitar 30 tahunan.

“Aku adalah dokter yang menangani Sagara. Dia menyuruhku menyampaikan pesan ini langsung padamu.”

“Apa yang terjadi padanya? Mengapa ia tidak datang sendiri menemuiku?”

“Dia telah tiada sejak 2,5 tahun yang lalu saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum di China. Dia berkata bahwa ia sebatang kara sehingga tidak ada keluarga yang dapat kami hubungi. Namun, ia memberiku tulisan ini sebagai peninggalan terakhirnya untukmu.”

Aku tak mampu berucap sepatah katapun. Air mata mengalir deras menumpahkan kesedihannya. Apa yang telah kupikirkan selama ini. Bagaimana bisa aku tak sadar bahwa dia sedang kesakitan selama ini.

SAGARAAAA!!! AKKHHH!!

TUHAN, TAK BISAKAH KAU MEMBIARKANKU MEMILIKI SESEORANG SEPERTI DIRINYA?

Aku Lelah. Penantianku selama ini sia-sia. Selamat tinggal Sagara. Kakak yang paling kusayang. Lelaki satu-satunya yang kucinta. Ternyata seperti inilah perpisahan kita. Kita memang tak pernah memulai hubungan serius. Aku dengan perasaanku dan kau dengan keteguhanmu. Kita bukan pernah namun sudah. Maafkan aku yang terlambat mengetahuinya. Perlu kau tahu, hidupku memang terus berjalan. Namun, tanpa kehadiranmu ada suatu celah yang tak dapat kututup. Ada satu ruang kosong yang tak dapat kuisi. Hidupku tanpamu bagaikan kalimat rumpang yang tak akan pernah sempurna.

 

Penulis: Niken Ayu Dyah Setyorini