Urgensi Pengesahan RUU Perampasan Aset

Urgensi RUU Perampasan Aset kembali disuarakan sejumlah pihak seiring munculnya kasus aparatur negara dengan penambahan harta kekayaan yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan profilnya. Selain itu, merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pun membuat urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset kembali mengemuka. Merespon laporan Transparency International terbaru, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mengalami penurunan sebesar 4 poin dari tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2022, Indonesia mencatat skor IPK sebesar 34 yang kemudian menurun dan menyentuh skor IPK sebesar 38. Skor tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-110 dari 180 negara yang telah disurvei, yang mana penurunan tersebut juga menjadi penurunan tertinggi sejak tahun 1995.

Dalam menanggapi hal ini, Presiden Joko Widodo telah memberikan instruksi tegas yang mendorong RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Sebagaimana diketahui, RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan selama lebih dari satu dekade, namun nyatanya RUU Perampasan Aset tak kunjung disahkan. Bahkan mengingat saat ini RUU Perampasan Aset telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga seharusnya tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset tersebut. Namun, pada nyatanya hingga kini pembahasan RUU Perampasan Aset belum tampak meskipun telah masuk dalam daftar prioritas pemerintah.

Diketahui, sejumlah pihak telah menyuarakan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset agar dapat segera disahkan, namun tak jarang orang mempertanyakan apa urgensi RUU Perampasan Aset sebenarnya? Dilansir dari koran.humas.ugm.ac.id, bahwa urgensi Pengesahan RUU Perampasan Aset adalah sebagai berikut:

  • Solusi efektif mengatasi permasalahan korupsi di Tanah Air
  • Menjadi salah satu cara untuk mengembalikan kekayaan negara
  • Menghemat waktu dan biaya penanganan perkara
  • Memperluas jangkauan perampasan aset sehingga meningkatkan potensi asset recovery
  • Substansi aset untuk aset yang tidak dapat disita di luar negeri
  • Memberikan efek jera kepada koruptor
  • Tidak hanya menangani tindak pidana koruptor, RUU Perampasan Aset dapat menangani tindak pidana lain, yaitu:
  • Pendanaan terorisme
  • Penyelundupan
  • Perdagangan manusia
  • Narkotika
  • Kejahatan ekonomi lain

Tak hanya itu, dilansir dari kompasiana.com alasan RUU Perampasan Aset harus segera dibahas dan ditetapkan menjadi undang-undang, yaitu karena proses perampasan aset dan instrumen tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi oleh penegak hukum dirasa kurang fleksibel walaupun telah diatur asas pembuktian terbalik. Kemudian, adanya konsep perampasan aset tanpa penghukuman atau pemidanaan terhadap pelaku yang dikenal dengan non conviction based asset forfeiture.

Disisi lain, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset diharapkan menjadi sebuah sarana penting dalam memberantas tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. RUU ini dapat memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah atau negara tidak lagi bertoleransi terhadap kejahatan-kejahatan tindak pidana tersebut. RUU Perampasan Aset juga diharapkan menjadi instrumen penting dalam hal penyitaan aset yang diperoleh dari hasil tindak kejahatan maupun dalam hal pengembalian aset yang telah dirampas oleh para pelaku kejahatan.

Selain itu, menurut Yenti Ganarsih seorang pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset bukan hanya dijadikan sebagai alat untuk merampas aset dari koruptor. Namun juga digunakan untuk pelaku tindak pidana lainnya, seperti pada kasus yang ramai dibincangkan pada beberapa pekan terakhir yakni kasus Rafael Alun hingga kasus-kasus terkait harta atau kekayaan yang didapatkan dari perdagangan narkoba. Seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter juga mengharapkan RUU Perampasan Aset dapat membuat pengusutan perolehan harta seperti pada kasus Rafael Alun tidak berbelit atau bahkan tidak berulang di masa yang akan datang.

 

Penulis: Sherly Ananda C. (SAC)

Sumber:

BBC. (2023, 29 Maret). Mengapa RUU Perampasan Aset penting di tengah terungkapnya kekayaan fantastis pegawai pemerintah?. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/articles/c7287vzd8zko.amp

Fatch, A. (2023, 27 Maret). Urgensi Pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana: Harapan dan Tantangan. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/ahmadfatch7055/64212cf44addee26d976a662/urgensi-pengesahan-ruu-perampasan-aset-tindak-pidana-harapan-dan-tantangan

Rahayu, K.Y., Nurfaizah, A. (2023, 15 Maret). Pembahasan RUU Perampasan Aset Masih Terkatung-katung. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/03/14/pembahasan-ruu-perampasan-aset-masih-terkatung-katung

Rahayu, K.Y. (2023, 1 Maret). RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/03/01/ruu-perampasan-aset-tak-kunjung-dibahas?status=sukses_login&status_login=login

Admin Pusat Pemberitaan. (2023, 14 Februari). Urgensi Segera Disahkannya RUU Perampasan Aset. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://www.rri.co.id/editorial/1396/urgensi-segera-disahkannya-ruu-perampasan-aset?utm_source=editorial_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign

Harn. (2022, 29 Oktober). Urgensi Pengesahan RUU Perampasan Aset demi Atasi kasus Korupsi. Diakses pada 31 Maret 2023, https://koran.humas.ugm.ac.id/2022/10/29/urgensi-pengesahan-ruu-perampasan-aset-demi-atasi-kasus-korupsi/

 

Kontroversi Proyek Willow Project

Willow Project merupakan proyek kontroversial yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial akhir-akhir ini. Bahkan, tagar #StopWillow di Twitter dan Tiktok sedang menjadi Trending Topic dan digunakan oleh banyak pengguna kedua sosial media tersebut. Proyek ini sendiri dibuat dengan tujuan untuk menaikkan ekonomi masyarakat yang berada di Alaska, proyek ini juga diperkirakan memiliki 600 juta barel minyak yang sangat menguntukan ekonomi wilayah tersebut. Namun, mengapa proyek ini dikecam banyak orang?

Masyarakat dunia, terutama aktivis lingkungan berpendapat bahwa proyek ini dapat menjadi salah satu penyebab dari perubahan iklim yang akan mengancam komunitas satwa, ekosistem dan manusia sendiri. Jika proyek ini berjalan, akan ada sekitar 287 juta ton karbon dioksida yang dilepaskan selama 30 tahun ke depan yang akan menimbulkan pemanasan global.

Pelaksanaan Willow Project di Alaska akan menjadi pusat dari industri minyak bumi selama beberapa dekade ke depan, yang mana mengeluarkan emisi beracun dan polusi gas rumah kaca yang akan mempercepat perubahan iklim global. Setelah kecaman tentang proyek ini meledak di media sosial, sebuah petisi yang mendukung pemberhentian proyek ini muncul di laman change.org dan ditandatangani oleh 4 juta orang lebih.

Kecaman dari masyarakat global ternyata tidaklah cukup untuk memberhentikan proyek besar ini. Pada 13 maret 2023, Joe Biden yang merupakan Presiden Amerika Serikat memberikan izin terhadap pelaksanaan Willow Project. Padahal, Joe Biden berjanji tidak akan menyetujui proyek pengeboran minyak dan gas baru di lahan publik pada pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2020 lalu.

Setelah persetujuan dari Presiden Amerika Serikat, proyek ini juga didukung oleh kelompok Penduduk Asli Alaska di Lereng Utara. Kelompok ini berpendapat bahwa dengan adanya pengeboran tersebut, akan menjadi sumber utama dari pendapatan di wilayah tersebut. Hal tersebut dikarenakan pendapatan dari proyek ini diperkirakan dapat menciptakan 2.000 lebih lapangan pekerjaan baru dan dapat digunakan untuk mendanai pendidikan, pelayanan publik dan sarana kesehatan untuk wilayah tersebut. Proyek ini juga bermanfaat untuk mengembangkan sumber daya energi yang ada di negara bagian tersebut. Selain itu, kebutuhan energi global juga semakin tinggi dikarenakan konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan minimnya stok energi.

Dari sekian banyak keuntungan yang bisa didapatkan dari berjalannya proyek ini, perlu diingat bahwa Willow Project juga harus mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat setempat maupun global. Saat membuat keputusan tentang proyek pengeboran minyak Willow ini, penting untuk mempertimbangkan dampak perubahan iklim terhadap dunia yang akan terjadi. Oleh karena itu, diperlukan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi global. 

 

Penulis: Alisha Dyah Shafira (ADS)

Baju Baru Hari Raya: Antara Tradisi dan Konsumerisme

Pandemi covid-19 penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus telah melanda Indonesia selama kurang lebih 3 tahun sejak tahun 2020. Virus ini pertama kali mewabah di Wuhan, Tiongkok. Covid-19 menjadi sebuah pandemi yang melanda banyak negara di seluruh dunia. Covid-19 dapat menyebar dari orang ke orang melalui percikan-percikan dari hidung atau mulut yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin atau berbicara, kemudian menempel di benda dan permukaan lainnya. Orang dapat terinfeksi dengan menyentuh benda atau permukaan tersebut. Menurut databoks katadata, Indonesia telah kehilangan 160,49 ribu orang per 23 Desember 2022 akibat covid-19. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi dari Worldometer pada angka kematian covid-19 di Asia. Adanya pandemi covid-19, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mencegah penularan virus dengan memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Kebijakan PPKM membuat kehidupan masyarakat menjadi berbeda dengan sebelumnya, terutama masyarakat yang beragama Islam terpaksa melalui Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri di rumah saja. Salah satu tradisi yang biasa dilakukan saat menjelang lebaran ialah membeli pakaian baru di pusat perbelanjaan atau pasar tradisional untuk dikenakan saat Hari Raya Idul Fitri. Namun, karena adanya pandemi dan PPKM masyarakat menjadi tidak bisa membeli pakaian baru secara langsung di mall atau pasar. Akan tetapi, pada tahun 2020 saat menjelang lebaran, masyarakat menjadi lupa kondisi pandemi. Masyarakat berbondong-bondong pergi ke pusat perbelanjaan dan pasar tradisional untuk membeli pakaian baru tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Hal ini nyata terlihat dalam beberapa foto yang tersebar di media sosial pada bulan Mei 2020, seperti yang terjadi di Roxy Mall Kabupaten Jember dan Pasar Tradisional Tanah Abang di Jakarta Pusat. Aksi ini merupakan bentuk pelanggaran protokol kesehatan COVID-19. 

Dalam foto yang beredar tersebut, terlihat masyarakat berdesak-desakan menuju pintu masuk mall, bahkan ada warga yang terlihat menggendong anak-anak dan tidak memakaikan anaknya masker. Padahal, anak-anak sangat rentan terpapar virus karena daya tahan tubuhnya yang lemah. Perintah untuk jaga jarak minimal 1 meter pun tak diindahkan sama sekali. Selain itu, terlihat salah satu warga tidak mengenakan masker, ada pula yang mengenakan masker akan tetapi masker diturunkan hingga ke leher. Fenomena ini kembali terjadi pada tahun berikutnya pada bulan Mei 2021 saat menjelang lebaran, Pasar Tradisional Tanah Abang di Jakarta Pusat kembali dibanjiri pengunjung. Masyarakat yang mayoritas beragama islam berbondong-bondong membeli pakaian baru untuk lebaran sebagai simbol rebirth atau lahir kembali ke dunia dalam keadaan bersih. Hal ini dikarenakan Hari Raya Idul Fitri merupakan momen untuk bermaaf-maafan atau biasa disebut kembali ke fitrah (bebas dari dosa). Setelah satu bulan menghapus dosa dengan menjalankan ibadah puasa, maka bulan Ramadan menjadi bulan pengampunan yang akan melahirkan kembali orang Islam seperti bayi tanpa dosa. Sehingga memakai baju baru saat lebaran menjadi simbol umat islam kembali ke dunia dalam keadaan yang bersih.

Ketika pandemi belum benar-benar berakhir, pada tahun 2022 fenomena tahunan ini tetap terjadi. Jumlah kasus positif covid-19 pada tahun 2022 memang sudah banyak mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal inilah yang memicu bangkitnya euforia masyarakat untuk berbelanja pakaian baru untuk lebaran. Tidak adanya lagi kebijakan PPKM, membuat masyarakat seperti harimau lapar yang siap menerkam (membeli) pakaian baru di mall dan pasar. Dari tahun ke tahun, saat menjelang lebaran Pasar Tradisional Tanah Abang memang selalu banjir pengunjung. Fenomena ini juga menyebabkan lalu lintas disekitarnya menjadi macet. Pada akhir tahun 2022 kebijakan PPKM telah dicabut, kemudian disusul pada tahun 2023 Presiden Jokowi telah memperbolehkan masyarakat tidak menggunakan masker di luar ruangan. Hal ini menunjukkan pandemi telah berakhir di Indonesia, tidak ada lagi yang akan menghalangi masyarakat untuk berbelanja baju lebaran seperti biasanya, semua back to normal. Melansir dari kompas.id, Pasar Tradisional Tanah Abang telah ramai dibanjiri pengunjung yang akan membeli baju lebaran pada 12 Maret 2023. Padahal pada saat itu bulan suci Ramadan saja belum dimulai, tapi antusias masyarakat untuk melaksanakan tradisi membeli baju baru sudah tinggi.

Bulan suci Ramadan dianggap sebagai bulan pengampunan, yang mana umat islam biasanya akan lebih rajin beribadah dan mengerjakan amalan agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Asketisme juga menjadi sebuah ajaran dari datangnya bulan suci Ramadan, kita dianjurkan untuk berfokus ibadah dan meninggalkan segala hal yang sifatnya hanya duniawi. Akan tetapi, tradisi atau kebiasaan yang ada di umat islam Indonesia justru berbanding terbalik, konsumerisme saat bulan Ramadan justru meningkat. Adanya perkembangan teknologi membuat masyarakat menjadi semakin konsumtif dengan berbelanja online. Tak hanya pasar dan mall saja yang ramai, namun berbagai e-commerce juga banjir pembeli. Berdasarkan hasil riset Snapcart tahun 2023, sebanyak 85% responden memilih gratis ongkir sebagai promosi yang paling dicari untuk Ramadan. Lalu, sebanyak 75% responden memilih voucher diskon atau potongan harga, 68% responden memilih cashback, 65% responden memilih flash sale, dan 31% responden memilih keseruan hadiah. Riset lain dari JakPat pada tahun 2022 juga menunjukkan aktivitas belanja online meningkat pada pekan ketiga bulan Ramadan, dengan produk yang paling banyak dibeli adalah pakaian (38%). Sebanyak 28% responden menghabiskan Rp300.000 hingga Rp500.000 untuk berbelanja pakaian pada pekan ketiga bulan Ramadan. 

Fenomena tahunan ini merupakan wujud dari gaya hidup yang konsumtif sebagai ciri dari konsumerisme. Konsumerisme adalah “atribut masyarakat” (Bauman, 2007: 28), lebih dari sebuah tindakan konsumsi yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan (Lodziak, 2002: 2). Konsumerisme selama bulan Ramadan yang meningkat menjadi perdebatan karena sebagian orang berpikir menyambut lebaran harus dengan membeli pakaian baru apapun situasinya, sedangkan sebagian masyarakat yang lain memilih tidak berbelanja dengan mengedepankan kerasionalan pemikiran untuk membeli pakaian hanya jika sudah tidak layak pakai dan ingin mengurangi limbah pakaian. Fenomena konsumerisme setiap lebaran ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pertama, tradisi yang sudah tertanam secara turun temurun sulit diubah. Tradisi berbelanja pakaian baru sudah tertanam sejak dahulu pada masyarakat beragama Islam. Hal ini didasarkan atas pemikiran Hari Raya Idul Fitri memiliki arti kembali suci, berarti masyarakat mengenakan sesuatu yang baru dan suci dalam menyambut dan merayakan lebaran.

Kedua, stigma negatif yang diberikan oleh sebuah kelompok masyarakat sebagai konsekuensi dari tradisi yang sudah tertanam. Stigma itu akan muncul ketika salah satu dari anggota kelompok masyarakat  tidak menjalankan tradisi. Mereka akan dianggap sudah melenceng dari tradisi dan terkesan tidak menghargai datangnya Hari Raya yang suci. Dalam Islam saat merayakan Hari Raya Idul Fitri hal yang harus kembali suci adalah diri seseorang, bukan penampilan luar seseorang. Maka merayakan lebaran tanpa mengenakan pakaian baru bukan suatu kewajiban melainkan hanya sebuah kebiasaan. Ketiga, rasa gengsi dan eksistensi.  Dahulu ada ungkapan cogito ergo sum oleh Descartes seorang filsuf ternama asal Prancis yang berarti aku berpikir maka aku ada. Sekarang di era konsumerisme seolah muncul ungkapan baru yaitu aku belanja maka aku ada. Dimana masyarakat berlomba-lomba berbelanja untuk memenuhi rasa gengsi dan menjaga eksistensi agar diakui oleh masyarakat. Pemenuhan rasa gengsi dan eksistensi dapat terpenuhi dari simbol yang melekat pada barang yang dibeli. 

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jean Baudrillard bahwa yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchange value, melainkan “symbolic value”,  maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi (Boudrillard, 2004). Simbol yang dimaksud adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang melekat pada barang yang dibeli, sehingga mengenakan pakaian baru menjadi simbol yang tersorot pada saat merayakan lebaran atau lambang merayakan. Eksistensi yang berusaha dibangun justru melupakan nilai kebenaran, hal ini dapat dilihat ketika masyarakat nekat berdesak-desakan untuk belanja pakaian saat pandemi covid-19. Mereka rela untuk tidak menjaga jarak (melupakan kebenaran), demi menjaga eksistensi saat lebaran dengan berpakaian baru. Hal ini menunjukkan tindakan yang dilakukan bukanlah tindakan rasional instrumental, yang mana seharusnya tindakan ini dilakukan apabila antara keinginan memenuhi tradisi berpakaian baru saat lebaran (tujuan) dan pembelian pakaian baru sesuai protokol COVID-19 (cara) masuk akal.

 

Penulis: Fatimah Alya (FA)

 

Referensi:

Darmawan, Agus Dwi. (2022). Total Kematian Covid-19 Indonesia Urutan Ke-2 di Asia. Diakses pada 30 Maret 2023, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/23/total-kematian-covid-19-indonesia-urutan-ke-2-di-asia

Dihni, Vika Azkiya. (2022). Belanja Online Meningkat Jelang Lebaran, Ini Produk yang Banyak Dibeli. Diakses pada 30 Maret 2023, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/01/belanja-online-meningkat-jelang-lebaran-ini-produk-yang-banyak-dibeli

Rahayu, Isna Rifka Sri. (2023). Tren Perilaku Konsumen Jelang Ramadhan: Pilih Gratis Ongkir Ketimbang Promo Lainnya. Diakses pada 30 Maret 2023, dari https://money.kompas.com/read/2023/03/18/183000226/tren-perilaku-konsumen-jelang-ramadhan.

Ramadhan, Azhar Bagas. (2023). Jokowi: Di Luar Ruangan Sudah Tak Wajib Pakai Masker. Diakses pada 30 Maret 2023, dari https://news.detik.com/berita/d-6584262/jokowi-di-luar-ruangan-sudah-tak-wajib-pakai-masker.

Diskusi, Ibarat Senjata Perang bagi Mahasiswa

Diskusi mampu menciptakan iklim kompetitif yang akan melahirkan ide untuk diangkat sebagai topik pembicaraan. Mencari ide untuk topik diskusi terkadang sulit untuk beberapa orang, tetapi bagi sebagian orang lain menciptakan ide adalah hal yang biasa. Sebagai contoh topik pembicaraan dapat menemukan kejadian yang sedang hangat di lingkungan sekitarnya dan isu atau wacana baru yang sedang terjadi.

Berstatus sebagai mahasiswa di kampus, dugaan saya mereka hanya berorientasi untuk mendapatkan nilai “A” atau “AB”; tanpa ada kebolongan kehadiran; lulus cepat; dan cari kerja. Lebih jauh dari itu, seorang mahasiswa akan dihadapkan dengan tanggung jawab dibenaknya, atas yang didapatkan selama dibangku perkuliahan. Mahasiswa yang memang benar-benar berjuang dan meniti proses pembelajaran di kampus akan merasakan pahitnya menjalani proses itu. Belum lagi gelarnya, belum lagi peranannya di kala pengabdian kepada masyarakat.

Kehidupan kampus merupakan dunia yang menyimpan begitu banyak potensi yang dapat dieksplorasi dengan baik. Potensi itu ada di dalam diri seorang mahasiswa dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Diri seorang mahasiswa akan berkembang jika ada dukungan dari faktor lingkungan yang mumpuni, serta faktor usaha kesadaran akademik sehingga mampu memupuk kemajuan intelektual mahasiswa dari adanya interaksi positif. Faktor usaha tersebut menyoroti bahwa mahasiswa merupakan generasi muda yang memiliki peranan penting dalam proses maju dan berkembangnya suatu bangsa. Sebab, tanggung jawab mahasiswa salah satunya adalah “Meneruskan keberlangsungan negara yang merupakan tugas kaum muda, termasuk mahasiswa di dalamnya”.

Jika dicermati, arah perkembangan mahasiswa lebih kepada tuntutan akan potensi dan semangat untuk melahirkan motivasi. Menjadikan mahasiswa yang luar biasa, cerdas, serta berbudi pekerti luhur yang sejalan dengan negara dan bangsa ini memang tidaklah mudah. Untuk itu, mahasiswa benar-benar harus mengasah kepribadiannya dengan kesadaran di mana dirinya berada. Budaya membaca, diskusi, dan menulis merupakan budaya yang mengakar secara turun-temurun yang masih melekat menjadi tradisi.

Mahasiswa tanpa membaca, berdiskusi, dan menulis. Selayaknya perang tanpa membawa senjata, karena dari ketiga tradisi itu membuat pribadinya dapat menggali banyak pengetahuan. Membiasakan membaca adalah suatu hal yang dapat dikatakan wajib bagi seorang mahasiswa, dengan membaca dapat memperoleh banyak informasi dan pengetahuan baru tak terbatas. Jika mengikuti perkembangan media kini yang sedang hangat, ialah “Pengesahan Perppu Cipta Kerja” yang melahirkan isu turunan “Degradasi Check and Balances dalam Negara Hukum”, “Perppu Cipta Kerja Untuk Siapa?” ataupun “Kepentingan Rakyat atau Kepentingan Oligarki?”.

Diskusi adalah proses pertukaran pikiran, gagasan dan pendapat antara dua orang atau lebih. Tujuannya adalah untuk mencari kesepakatan dari pandangan ataupun pendapat, tetapi tidak semua proses pertukaran pikiran itu disebut diskusi. Diskusi dilakukan jika ada permasalahan yang hendak dicari alternative solusinya untuk memunculkan solusi (kesepakatan akhir dari hasil berdiskusi) tentang segala persoalan yang dijadikan bahan pembicaraan.

Kata diskusi berasal dari bahasa latin “discussus” yang berarti to examine. Discussus terdiri dari akar kata “dis” dan “cuture”. Dis memiliki arti “terpisah” sedangkan “cuture” yaitu menggoncangkan atau memukul. Secara etimologi, dicuture berarti suatu pukulan yang memisahkan sesuatu atau dengan kata lain membuat sesuatu menjadi jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan (Arief, 2002): 145).

Lebih lanjut, kegiatan akademik dilakukan oleh individu yang berusaha mengembangkan potensi dirinya guna memperluas wawasannya. Kegiatan akademik tidak terlepas dari diskusi, sebagaimana diketahui bahwa dengan berdiskusi menjadikan sarana memperluas wawasan dan jejaring sosial melalui interaksi kedua pihak ataupun lebih.

Seorang akademisi sangat penting untuk mengedepankan etika diskusi. Sebab, akan memungkinkan terjadinya keberlangsungan diskusi yang kacau-balau, seperti praktik debat kusir yang tidak menemukan titik terang. Penggunaan bahasa yang baik, menyampaikan pendapat dengan sopan santun, menghargai pendapat lawan bicara, dan menjaga sikap adalah poin penting dalam etika berdiskusi.

Seringkali diskusi masih dipandang sebelah mata. Maka, menyamakan persepsi adalah jalan untuk memudahkan dalam menyelaraskan pandangan yang disampaikan dengan baik. Bertolak belakang dengan tujuan awal bahwa berdiskusi dapat menemukan solusi, melainkan mendapati kebingungan karena informasi yang didapat tidak utuh (simpang siur).

Menurut Killen dalam (Majid, 2013): 200) “diskusi adalah metode pembelajaran yang mengedepankan seseorang pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan masalah, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan seseorang, serta untuk membuat suatu keputusan.”

Dari sini dapat ditelaah bahwa ada manfaat dari berdiskusi, yakni: (1) Membiasakan sikap saling menghormati dan menghargai; (2) Dapat mengembangkan daya pikir kritis, pengetahuan dan pengalaman; (3) Melatih untuk berpikir kritis; (4) Menumbuhkan kreativitas; dan (5) Melatih kemampuan berbicara di depan umum. Sehingga, tidak terlepas juga dengan manfaat lingkungan yang mendukung sebagai upaya untuk meningkatkan mutu di bidang akademik ialah dengan cara melalui perbaikan proses belajar. Berbagai konsep, wawasan, dan model tentang proses belajar yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan mengomparasikan konsep- konsep baru.

Aktualisasinya dapat berupa: diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, simposium, diskusi panel, dan lokakarya untuk memaksimalkan proses pembelajaran di bidang akademik. Diskusi kelas merupakan kelompok pemecahan masalah yang biasanya ditemukan di ruang kelas dengan keterlibatan tenaga pendidik (guru/dosen) dan seluruh mahasiswa sebagai peserta diskusi. Lanjut, diskusi kelompok kecil dilakukan dengan melibatkan mahasiswa yang dikelompokkan secara spesifik/khusus yang biasanya beranggotakan 3-5 orang, pelaksanaannya dimulai dengan dosen menyajikan permasalahan secara umum, kemudian dilanjutkan kepada pembagian sub masalah yang harus dipecahkan oleh kelompok kecil. 

Kemudian, simposium sebagai metode mengajar dengan membahas suatu persoalan yang dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan kemahirannya, ciri khasnya adalah sudah ada tim perumus kongkret untuk memutakhirkan dalam menyampaikan kesimpulan. Lalu, diskusi panel biasanya membahas masalah yang dilakukan oleh beberapa panelis (orang yang bertugas untuk menilai dan memberikan tanggapan, serta fenomena untuk mengujinya), keterlibatan peserta dengan berperan sebagai peninjau para panelis yang sedang melakukan kegiatan diskusi. Selanjutnya, lokakarya sebagai bentuk pertemuan yang membahas masalah praktis, teknis, dan operasional ditandai dengan tindak lanjut dari hasil seminar untuk memelihara perihal konseptual untuk diaktualisasikan secara kontekstual.

 

Penulis: Muhammad Farhan (MF)

 

Sumber Rujukan:

Arief, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Majid, A. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Majid, A. (2013). TEORI METODE DISKUSI DAN MOTIVASI BELAJAR . Retrieved Maret 25,

2023, from https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413112073.pdf

Toleransi Masa Kini, Masih Penting atau Hanya Formalitas

Toleransi merupakan salah satu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal. Terkadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, disebabkan karena adanya watak individu atau kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan (Soekanto, 1982:71).

Menilik sejarah yang ada, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang toleran demi memungkinkan keadaan untuk menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan yang ada sebagai konsekuensi keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Halim (2008) dalam artikel yang berjudul “Menggali Oase Toleransi” menyatakan bahwa toleransi berasal dari bahasa latin yaitu tolerantia yang berarti kelonggaran; kelembutan hati; keringanan; dan kesabaran. Secara umum istilah ini mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelembutan. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menjelaskan toleransi sebagai sikap yang saling menghormati, saling menerima, dan saling menghargai ditengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi, dan karakter manusia. Oleh karena itu, toleransi harus didukung oleh wawasan pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, berdialog, kebebasan berfikir dan beragama. 

Perlu kita ketahui bahwa terdapat dua model toleransi, yakni yang pertama ialah toleransi pasif yang berarti sikap menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Sedangkan yang kedua ialah toleransi aktif berarti sikap yang melibatkan diri dengan hal yang lain ditengah perbedaan dan keberagaman (diversity). Toleransi aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai diantara keberagaman yang ada. 

Lantas, muncul pertanyaan apakah toleransi dimasa kini masih menjadi hal penting untuk diterapkan atau hanya sekedar formalitas saja? Secara harfiah jika menyangkut tentang "toleransi" pada konsep kehidupan bangsa Indonesia tentu jawabannya ialah masih menjadi hal yang penting untuk diterapkan hingga saat ini. 

Namun, tidak terlepas dari konsep kehidupan bangsa Indonesia, sangat disayangkan saat ini Indonesia dapat dikatakan minim toleransi. Mengapa seperti itu? Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya keberagaman yang muncul di Indonesia membuat sebuah ketidakseimbangan yang dinamis, maksudnya ialah perbedaan yang terus berkembang dan berubah seiring dengan berjalannya waktu sehingga masyarakat hanya menerima keberagaman tersebut sebagai sebuah kenyataan tanpa adanya campur tangan sebagai bentuk toleransi dari masyarakat Indonesia sendiri. 

Disisi lain, semakin berkembangnya zaman dan pesatnya keberadaan perkembangan teknologi membuat sebuah budaya toleransi mengalami perubahan. Tentunya hal ini akan sangat berpengaruh kepada kehidupan, hal-hal yang ada di dalam teknologi khususnya dunia internet memberikan efek pada pemikiran masyarakat Indonesia dalam lingkup toleransi. Semakin berkembangnya akses media sosial akan membuat hilangnya batas-batas toleransi pada keberagaman yang ada di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kasus yang muncul di media sosial tentang sikap dan tindakan intoleran antar masyarakat bernegara.

Dengan demikian, sangat diharapkan bagi dan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai dengan Merauke untuk menerapkan konsep toleransi aktif sebagai gaya hidup bernegara. Sehingga, bukan hanya sekedar sebagai masyarakat yang menerapkan toleransi pasif di kehidupan sehari-hari. Semakin berkembangnya teknologi dan zaman, serta berjalannya waktu. Tentu di dalamnya akan melibatkan banyak perbedaan serta muncul keberagaman. Harapannya, masyarakat Indonesia mampu membawa diri mereka untuk ikut bergabung dalam keberagaman negara Indonesia (suku, agama, ras, etnis, adat istiadat, dan budaya) dan bukan menjadi masyarakat yang “hanya menerima” sebuah keberagaman Indonesia sebagai sebuah fakta atau kenyataan. Dengan catatan bahwa masyarakat Indonesia perlu lebih mendalami, memahami, dan menerapkan wawasan toleransi antar warga negara.  

 

Penulis: Christina Maharani

 

Menjelang Ramadan, Bagaimana Kabar Mahasiswa Rantau

Awal puasa atau 1 Ramadan 1444 H  diprediksi jatuh pada hari kamis tanggal 23 Maret 2023 menurut kriteria wujudul hilal dan Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Hal ini berarti puasa akan dimulai dua hari lagi. Bulan Ramadan tentunya bulan yang ditunggu oleh banyak orang khususnya kaum muslim, karena merupakan bulan yang penuh dengan ampunan. Tak hanya itu, dalam bulan Ramadan ini setiap pahala akan dilipat gandakan. Maka tak jarang kaum muslim berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah pada bulan berkah ini.

Dalam bulan Ramadan biasanya banyak tradisi yang melekat di Indonesia. Misalnya ngabuburit yang merupakan kegiatan menunggu waktu azan maghrib. Biasanya orang-orang ngabuburit dengan berburu takjil. Untuk takjil sendiri merupakan kudapan yang dimakan setelah berbuka puasa seperti gorengan, es campur, kolak pisang, dan lainnya. Tak hanya itu, ada juga tradisi sahur maupun berbuka bersama keluarga atau kerabat terdekat. Sayangnya tidak semua orang bisa melakukan tradisi tersebut bersama keluarga atau kerabat terdekat khususnya bagi mahasiswa rantau.

Sebagai mahasiswa yang baru merantau ke kota orang untuk menempuh pendidikan, ini merupakan pertama kalinya saya menjalani ibadah puasa Ramadan jauh dari keluarga. Tentu rasanya campur aduk, merasa sedih dan takut kesepian. Selain itu, saya sebagai mahasiswa perantauan akan mengalami suasana ibadah pada bulan Ramadan berbeda dari tempat tinggal. Perbedaan yang paling menonjol mungkin ketika sahur dan berbuka puasa. Apabila saat di rumah kita makan masakan orang rumah dan berburu takjil bersama, kali ini kita harus memikirkan sendiri, ingin makan apa, beli masakan atau memasak saja? Sungguh kebiasaan yang baru. 

Ditambah lagi saat sahur biasanya dibangunkan oleh orang rumah, kini harus effort untuk bangun sendiri. Adapun kebiasaan yang baru yaitu perihal ibadah tarawih, saat di rumah saya hanya perlu datang ke masjid terdekat. Namun, di kota orang ini tidak semua tempat tinggal mereka dekat dengan masjid termasuk kos saya.

Begitulah mungkin yang akan dialami oleh orang perantau kebanyakan, aneh, sedih, canggung dengan suasana puasa yang baru dan jauh dari keluarga. Tetapi kita perlu ingat bahwa kita tidak sendiri, banyak mahasiswa yang merantau di kota ini yang tentunya akan memiliki banyak kesamaan perihal kebiasaan yang baru tersebut. Sebagai sesama mahasiswa perantau kita harus saling mengingatkan, menyayangi satu sama lain seperti keluarga. Semoga ibadah puasa di perantauan tidak mengurangi eksistensi ibadah kita kepada Tuhan.

Penulis : Allysa Salsabillah

Editor : Tim Redaksi LPM PRIMA

 

Teknologi untuk Anak Usia Dini: Bagaimana Peran Orang Tua

Tidak dapat kita pungkiri perkembangan zaman saat ini begitu pesat, dan menghasilkan berbagai macam perubahan, yang terdiri dari perubahan sosial, lingkungan, pendidikan, hingga karakter seorang individu. Hal menarik yang perlu diperhatikan dari adanya perkembangan teknologi ialah efek dari keberadaan teknologi itu sendiri. Jaman sekarang kita dapat dengan mudah mengakses internet, sehingga bisa leluasa menelisik dunia maya. Keberadaan teknologi tersebut tidak hanya diperuntukkan kepada orang yang usia dewasa, melainkan juga kepada usia muda hingga lanjut usia. Hal ini dikarenakan internet sebagai salah satu keunggulan percepatan teknologi tidak memandang usia penggunanya dan semua orang tentu dapat menggunakannya. 

Jika teknologi atau internet diperuntukkan untuk segala usia lalu bagaimana dengan anak usia dini? Ya, saat ini dapat kita perhatikan bagaimana perilaku anak usia dini (dimulai dari usia 6 tahun-12 tahun) telah berubah. Dikatakan berubah dengan artian perilaku mereka telah cenderung meniru dari apa yang mereka tonton dan apa yang mereka simak dari internet. Tentu hal ini menjadi sebuah tanggung jawab moral yang perlu dibenahi. 

Bagi anak usia dini, tentu orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan karakter anaknya. Namun, mirisnya orang tua jaman now lebih gemar memberikan sebuah gadget kepada anaknya dengan alasan agar anak tersebut diam dan dapat bermain sendiri tanpa mengganggu urusan orang tuanya. Dari hal inilah orang tua perlu intropeksi diri, karena dengan memberikan sebuah gadget yang didalamnya terdapat akses internet dapat menyebabkan hal-hal yang mungkin tidak diinginkan bagi perkembangan otak sang anak. 

Ditambah lagi dengan beredarnya berita tidak mengenakkan yang menyangkut anak dan gadgetnya. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa 90% anak Indonesia telah kecanduan internet dan membuat mereka menjadi individu yang pasif pada sosialnya dan lebih aktif pada dunia mayanya. Saat ini banyak ditemukan kasus-kasus yang menunjukkan perubahan temprament atau kondisi emosional seorang anak yang berubah drastis karena dipengaruhi oleh hal-hal dalam gadget

Lalu jika demikian, bagaimana peran orang tua dalam mengawasi anaknya? Sebagai orang tua hendaklah dan memang seharusnya lebih mampu mengontrol anaknya dan mampu mengarahkan anaknya untuk dapat lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara real life. Disisi lain, orang tua memang memiliki hak dan kebebasan dalam memberikan gadget kepada anaknya, namun alangkah baiknya jika setiap orang tua dapat mengatur waktu anak ketika menggunakan gadget tersebut. 

Hal ini menjadi tanggung jawab moral bagi orang tua modern dalam mendidik anaknya. Mengapa begitu? Hal ini bertujuan agar nantinya anak tersebut dapat bijak dalam menggunakan media internet. Dengan demikian, maka berhati-hatilah dalam menerapkan wawasan teknologi serta waspada ketika telah memberikan sebuah gadget kepada seorang anak, khususnya anak dibawah umur yang perkembangan otaknya masih mengikuti atau meniru apa yang ia lihat.

 

Penulis: Christina Maharani

Lingkungan Kampus: Hal yang Penting atau Hanya Sampingan

Sebagian besar calon mahasiswa pasti akan melihat seberapa bagus kampus yang akan dimasukinya, dari segi kualitas akademik, pelayanan sampai fasilitas yang dimiliki. Setiap mahasiswa pasti selalu memikirkan kampus impian mereka, yang nantinya akan membantu mereka selama proses pembelajaran. Apakah kampus itu swasta atau negeri? Apa saja yang disediakan kampus? Apakah lokasi kampus strategis?. Banyak pertanyaan yang selalu ada di pikiran mahasiswa. Sesuai dengan pepatah lama “Semakin bagus pendidikannya, semakin mahal pula biayanya”. 

Setiap kampus memiliki budaya lingkungan yang berbeda. Entah itu dari lingkungan sosial maupun lingkungan dalam kampus seperti fasilitas ruangan kelas, kamar mandi, perpustakaan, dan sebagainya. Lingkungan kampus menjadi aspek penting dalam menjalani perkuliahan mahasiswa. Mengapa? Apakah yang harus diperhatikan hanyalah pendidikan yang ditawarkan?. Setiap anggota komunitas, baik itu besar maupun kecil, pasti mencari rasa aman dan nyaman selama melakukan kegiatan. Karena rasa aman dan nyaman tersebut dapat mempengaruhi psikologi individu. “Semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes seseorang...” pengertian lingkungan menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika). 

Setiap tahun kampus di Indonesia dibanjiri dengan kedatangan mahasiswa baru. Sehingga hal yang diperhatikan oleh kampus hanya sampul luar saja demi menarik “pelanggan”. Masih banyak kampus-kampus yang kurang memperhatikan lingkungan di dalam, karena mereka hanya beranggapan jika belajar di kelas sudah cukup baginya. Peran kampus bukan sekedar memberikan pendidikan saja tetapi memperhatikan lingkungan juga penting. Banyaknya prestasi yang dicapai mahasiswa di kampus, memang dapat menjadi poin tambahan terhadap reputasi kampus. Akan muncul anggapan “pasti kampus tersebut lingkungannya bagus, karena banyak keluaran mahasiswa prestasi disana”. Akan tetapi, prestasi tersebut hanya terdapat pada sebagian kecil mahasiswa. Prestasi tersebut juga dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa lain di kampus, karena setiap mahasiswa sebenarnya memiliki tujuan yang berbeda-beda. 

Di kampus mahasiswa tidak hanya sekedar pergi kuliah, absen, belajar, dan pulang saja. Mereka juga bersosialisasi, berinteraksi dengan yang lain dan mengembangkan character-nya. Dengan penjelasan tersebut, masihkah ada pertanyaan “apakah lingkungan kampus itu penting?”. Kesadaran menjaga lingkungan kampus tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, melainkan pihak kampus juga menjadi peran penting. Kampus masih menjadi kepercayaan mahasiswa sebagai “anak tangga” untuk meraih keberhasilan masa depan.  Lingkungan kampus menjadi faktor penting dalam meraih keberhasilan selama belajar di kampus. Dengan begitu, sadarkah kalian dengan lingkungan kampusmu?

Penulis: Abidah Sholsholat 

 

KEBEBASAN BERPIKIR MASIHKAH MENJADI MIMPI MAHASISWA UNTUK MENYUARAKAN KEBEBASAN TANPA ADANYA INTERVENSI

Lalu apa yang terlintas dipikiran menyoal suatu bentuk kawalan yang dikekang? Sejak lahir seorang individu dibekali pikiran untuk terlatih memikirkan segala hal yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya. Tahapan dia sebagai individu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya akan berhadapan dengan keluarga, sanak saudara, dan masyarakat di tempat tinggalnya. Tempat tinggalnya mengajari banyak hal dari keberadaan dia sebagai seorang individu, serta konteks dimasyarakat yang selalu dituntut untuk memenuhi pemuas dan ketidakpuasan  dalam mencari sesuatu yang diinginkan untuk terwujudkan. Alhasil tidak sedikit pertanyaan yang muncul sejak lahir hingga seorang individu mengetahui sisi baik-buruk di lingkungan sekitar yang mendorong untuk berpikir melakukan pengamatan, penelitian dan penyeliikan. Sebenarnya, pengalaman yang sudah disuguhkan sejak dirinya lahir mampu untuk bersikap pada kebebasan berpikirnya sedari dini. 

Mengenal media informasi yang sering berada di postingan publik, seperti koran, majalah, dan media kabar lainnya, ternyata saat ini lebih memilih menggunakan cara-cara mudah dalam menyuarakan suara kabar terkini melalui bentuk yang efektif dan efisien untuk pemanfaatan ruang-waktu. Perkembangan menyuarakan suara kabar tersebut dihadapkan dari ragamnya dinamika pers dengan iklim dan situasi sosial politik pada suatu negara-masyarakat didalamnya terpahat mengenai eksistensi jagad pers. 

Eksistensi dan peran pers mahasiswa di Indonesia mulai muncul sejalan dengan lahirnya bentuk kesadaran semangat kebangsaan anti kolonialisme, para mahasiswa Nusantara yang dulunya mengenyam Pendidikan di Belanda sebagai pelopor lahirnya Gerakan-gerakan propaganda melalui suara kabar yang diterbitkan. Memang tidak terlepas degan hadirnya sejarah bangsa penjajah sebelum kemerdekaan Indonesia, dunia pers semakin menghangat dengan terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1903, sebuah suara kabar pertama yang dikelola oleh kaum muda bangsa ini. Kemunculannya dimaknai sebagai masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers dengan citra politik. Pemerintah Belanda meyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra), (NEWS, 2014). Namun, saat terbitnya kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Keorganisasian) pada Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus, berdampak dikehidupan kampus menjadi kawasan “steril” dari aktivitas politik. Dengan kemunculan Surat Keputusan tersebut, mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan bernuansa politik. Jika ada yang nekat. Sanksi keras berupa pemecatan sudah disiapkan oleh birokrasi kampus, yang pada itu pemerintah memiliki power untuk mengintervensi di berbagai kampus. Kebijakan tersebut disertai oleh pembubaran “senat mahasiswa” dan “dewan mahasiswa” di perguruan tinggi. Kemunculan ini, ditandai dengan surat keputusan lanjutan Nomor 037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang berhasil  menghilangkan aktivitas perpolitikan dan organisasi mahasiswa di kampus. 

Dengan begitu mengartikan bahwa mahasiswa pada hakikatnya menjadi manusia penganalisa, melalui peran penting yang dilakukan. Peran mahasiswa kini salah satunya identik dengan belajar menjadi wartawan yang sungguh dapat dikatakan bentukan profesi yang mulia. Wartawan atau pewarta adalah seorang yang berusaha memberi kabar tentang apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Profesi wartawan bisa diibaratkan sebagai profesi kenabian karena wartawan dituntun untuk menyebarkan kebenaran. Jika profesi nabi adalah menyebarkan kebenaran sesungguhnya, maka profesi wartawan adalah menyebarkan kebenaran faktual. Seperti halnya nabi, menjadi wartawan berarti siap menerima berbagai resiko. Resiko terberat wartawan adalah apabila kebenaran yang ia sampaikan salah atau kebenaran yang ia sampaikan, meskipun benar, tidak diterima orang lain. Seperti halnya seorang nabi, resiko wartawan adalah ditolak dari lingkungannya. Selain ditolak dari lingkungannya, nyawanya juga bisa terancam apabila kebenaran yang ia ungkapkan tidak disukai oleh orang lain. Seperti adagium yang menyatakan bahwa “ucapkanlah kebenaran walau itu pahit.”.

Meski begitu, undang-undang telah melindungi profesi wartawan dengan segala resikonya yang sedang bergelut di dunia pers . Perlindungan undang-undang terutama pada UU No. 40 Tahun 1999. Pasal 8 UU No.40 Tahun 1999 menyatakan bahwa “dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.” Perlindungan hukum tersebut sesuai dengan asas kebebasan berpendapat dalam demokrasi. Kebebasan berpendapat dalam demokrasi merupakan suatu yang esensial apabila asas ini bisa dilaksanakan dengan baik. Ternyata regulasi tersebut merupakan undang-undang pokok yang pertama kali dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) yang mengatur mengenai dunia pers Indonesia saat era reformasi. Sebelumnya, negara menggunakan UU NO. 21 Taun 1982 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Sebagaimana telah diubah dengan UU No.4 Tahun 1967.  Produk legislasi era “Orde Baru” dinilai merupakan cara pemerintah untuk mengekang kebebasan pers. Kekangan itu, ternyata juga mencoba untuk membredeli terhadap media massa, serta mendominasi sumber dan arah penyebaran informasi kepada khalayak publik.

Konsepsi trias politika (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Kekuatan pers menjadi pilar keempat dalam konteks demokrasi. Kekuatan pers sebagai pilar keempat demokrasi bersentuhan langsung dengan usaha untuk menjaga keseimbangan antara pilar-pilar penyelenggara negara, juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengawasi hadirnya pemerintah  yang sudah pasti memiliki mandat untuk menjalankannya. Tentunya, usaha tersebut tetap berada pada ‘Ruang lingkup’. Ruang lingkup yang dimaksud ialah kampus, bahwa pers sebagai sarana media belajar dalam merespon fenomena dengan isu yang menjadi objek kawalannya

Wartawan setiap hari mengejar berita dan informasi untuk disiarkan melalui media atau tempat bekerja. Kerja para sesungguhnya mirip dengan apa yang dilakukan para filsuf, terutama dilihat dari upaya mencari kebenaran melalui pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan kepada narasumber. Mereka itu bagaikan para filsuf-filsuf masa kini, yang lebih memprioritaskan pertanyaan pada persoalan-persoalan sesuai momentum yang berkaitan dengan masalah kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat.” Buku Jurnalisme Modern, Saidulkarnain Ishak halaman 8. (Ishak, 2014)

Konteks kebebasan berpikir ialah apabila seorang wartawan/pewarta terkena kasus karena menulis konten yang sensitif, maka pers memiliki hak-hak sebagai usaha untuk merawat lahirnya pribadi yang kritis. Diantaranya, ada tiga hak yang dimiliki oleh wartawan ketika ia sedang melakukan kerja-kerja keprofesianannya. Hak pertama adalah hak tolak. Hak tolak adalah yang yang dimiliki wartawan untuk menolak mengungkapkan nama/identitas dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Hak ini akan menolong wartawan ketika ia takut namanya dicantumkan dalam penulisan sebuah berita yang berisiko tinggi. Kedua, adalah hak jawab. Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Meski wartawan telah mengungkap fakta, adakalanya fakta tersebut merugikan seseorang yang diberitakan. Untuk itu, wartawan wajib memberikan hak jawab kepada orang yang bersangkutan supaya wartawan terhindar dari represi yang lebih buruk. Sepertihalnya wartawan yang boleh memberikan kebenaran melalui berita, seorang individu/ kelompok juga boleh memberikan klarifikasinya atas kebenaran yang ia miliki sendiri. Hak ketiga adalah hak koreksi. Hak koreksi adalah hak untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, terhadap suatu informasi, data, fakta, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Apabila ada kesalahan dalam pemberitaan, maka wartawan memiliki hak koreksi atas pemberitaan yang telah  dikeluarkan.

Apabila semua hak ini dipahami dan dilakukan dengan baik, maka tak ada lagi yang perlu ditakutkan untuk menjadi wartawan. Mengapa hal ini terjadi?  Sontak mengira, bahwa instrumen untuk meyuarakan ‘kebenaran’, ‘kejujuran’ dan ‘keadilan’ yang keberpihakannya kepada kaum tertindas menyoal hak asasi manusia salah satunya melalui keberadaan media pers mampu memberikan manfaat. (1) Kebenaran yang dapat ditegakkan merupakan bagian dari dakwah. Artinya, seluruh bentuk kawalan menjadi keharusan saat memandang realita sosial (fakta sosial) tanpa adanya suatu kebohongan. Umumnya ketika seorang individu meyukai kata-kata pujian, ataupun ucapan yang membesarkan hati. Ternyata melalui media pers dapat mengobarkan semangat kebangsaan pada antusiasme perlawanan dengan segala konsekuensinya yang tidak selalu menyenangkan, sebab ada kebenaran yang menyakitkan susah untuk diterima. Namun kabar itu tetap harus disampaikan. (2) Kejujuran pers juga memiliki keharusan untuk mengambil sikap bernai yang diungkapkan denga ucapan ataupun perbuatan secara spontan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Keadaan sebenarnya tanpa ada rekayasa sedikit pun. Menurut (Kesuma, 2022), 2012:16 mendefinisikan jujur adalah suatu keputusan seseorang untuk mengungkapkan perasaaanya, kata-katanya atau perbuatannya bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau meniru orang lain untuk keuntungan dirinya. Kemudian, (3) Aristoteles mengungkap keadilan merupakan tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak atau pun terlalu sedikit. Maksudnya, yakni beliau menyatakan bahwa keadilan merupakan aktivitas memberikan sesuatu kepada orang lain (kewajiban) yang setara denga napa yang kita dapatkan dari orang lain (hak). Maka, pers mahasiswa memahami dan menerapkan konsep kebenaran, kejujuran, serta keadilan mampu memerikan support/dorongan lebih pada pengejawantahan secara kontekstual.    

Era serba-serbi modern dengan perkembangan pesat teknologi, pers mahasiswa perlu kiranya beradaptasi dengan zaman tanpa merubah dan melanggar aturan pakem yang berlaku (prinsip dan kode etik jurnalistik). Modern ini, media pers masih diyakini sebagai kekuatan negara dalam sistem demokrasi di Indonesia yang tidak tertandingi. Media pers merupakan simpul dari pilar keempat negara demokrasi. Pilar keempat adalah usaha-usaha pers dalam menjalankan peranannya di era modern melalui pelaku atau disebut sebagai jurnalis/wartawan modern. Dalam menjalankan perannya pers tujuan awal atau dasarnya adalah untuk pengabdian kepada masyarakat, namun seiring berjalannya waktu pers lebih berubah ke arah aspek komersial (dunia bisnis). Pengabdian kepada masyarakat melalui media pers, akhirnya tidak menjaga idealisme wartawan sebagai pilar keempat dengan pemilik perusahaan yang menerbitkan wadah untuk menjalankan pemberitaan. Sehingga, banyaknya terjadi konflik didasarkan kepentingan masing-masing yang menyebabkan lembaga pers sebagai self regulation, kini berubah menjadi mediator sebelum pada orde baru dewan pers menjadi regulator. Pemikir modern sudah seharusnya berpikir maju pada konteks realita yang sedang terjadi dalam memandang polemik, saat ini pers mampu menjadi mediator semacam pemilik perusahaan dan wartawan sebagai pekerjanya. Maka, sebagai pilar keempat demokrasi pada lembaga pers tetaplah bersikap independen salah satu keberadaannya dapat ditemukan di lembaga Pendidikan yaitu kampus. 

Artinya, setiap kampus atau instansi lembaga Pendidikan diberbagai penjuru daerah memiliki media informasi untuk memberitakan segala peristiwa untuk difungsikan sebagai alat penyampaian informasi dalam pemberitaan. Kampus FISIP Universitas Jember memiliki salah satu unit kegiatan mahasiswa yang disebut dengan “LPM PRIMA” sebagai ruang karya pengembangan bakat-minat mahasiswa dalam memproduksi seni tulisan, reportase dan  desain media informasi untuk kabar terkini. Kabar terkini tentunya tidak terlepas dari pemberitaan yang berupa maksud dan tujuan yang ada didalam isi pemberitaan. Tentunya, penyampaian pemberitaan harus lah berimbang. Berimbang juga disebut sebagai Cover Both Side yang merupakan istilah familiar di dunia jurnalistik. Secara sederhana bisa diartikan sebagai cara meliput dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan dengan menampilkan dua sisi pemberiataan. Dua sudut pandang juga terhubung dengan merespon isu atau permasalahan. Sehingga, perlunya proses pembelajaran dari seluruh aspek yang ditekuni di dunia jurnalistik, sebab pola seperti ini akan memudahkan dalam menyatakan sikap untuk keberpihakan yang jelas. Maka, perlunya menyatakan sikap didasarkan oleh hasil pengamatan yang menelan segala informasi dan menghindari hal yang bersifat kontroversial. Maksud menghindari kontroversi ialah pada kepentingan intervensi individu menjelma menjadi kepentingan kelompok, sehingga pers juga memiliki kepentingan kontradiktif, baik itu idealism berupa ideologi, hingga pada pemahaman kejadian yang tidak melebihkan maupun mengurangi, hal ini bertujuan untuk menghindari pemberitaan semacam berita “hoax”.

Penulis : Muhammad Farhan

Editor  : Tim Redaksi LPM Prima

Sumber Rujukan: 

Ishak, S. (2014). JURNALISME MODERN. Jakarta: PT Elex Media Komputido.

Kesuma, d. (2022, November 17). www.studinews.co.id. Retrieved from Pengertian Kejujuran, Karakteristik & Macam Sifat Jujur (Lengkap): https://www.studinews.co.id/pengertian-kejujuran/

NEWS, O. (2014, Januari 19). Keberpihakan Pers Mahasiswa. Retrieved from spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id: https://spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id/2014/01/keberpihakan-pers-mahasiswa-sebagai.html



 

 

Hak Asasi Mahasiswa : Dimana Kita Harus Mencari Perlindungan

Fenomena kasus bullying di kalangan remaja sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Banyak berita–berita yang memperlihatkan kasus bullying masih sering terjadi di zaman ini. Tak terkecuali, terjadi pada kalangan mahasiswa di kampus. Meskipun mahasiswa memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada siswa SMA maupun SD. Walaupun begitu, bullying tidak mengenal usia. Menurut data Komisi Perlindungan Anak (KPAI) pada tahun 2022, terdapat 226 kasus yang melibatkan hak asasi pelajar dan mahasiswa. Misalnya kasus yang diberitakan Kompas.com adanya aksi kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada juniornya di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang . Selain itu, ada juga kasus yang sempat viral, aksi pelecehan yang menimbulkan tindakan bullying di Universitas Gunadarma Depok. Banyak kasus bullying yang menjadi perhatian masyarakat. Akan tetapi, banyak juga kasus bullying yang mungkin tidak terlihat oleh masyarakat.

Sebagai mahasiswa rantau yang jauh dari orang tua, kita dipaksa mandiri menjalani kehidupan tanpa campur tangan orang tua. Segala masalah yang dihadapi harus dapat kita selesaikan sendiri. Mahasiswa juga diharuskan keluar dari zona nyaman, memasuki lingkungan yang berbeda, dan menjalin hubungan dengan orang-orang baru. Sebagai bentuk tindakan waspada, mahasiswa harus memilah dan memilih zona yang dimasukinya. Namun kerap sekali batasan-batasan tersebut menjadi diluar kendali, hal itulah yang menjadi penyebab bullying terjadi dalam sebuah kelompok. Bullying yang terjadi pada mahasiswa sering berupa penindasan, cemooh yang diluar batas, intimidasi, ataupun pelecehan seksual. Apabila di satuan pendidikan seperti SD, SMP, maupun SMA terdapat Bimbingan Konseling (BK) yang akan menangani siswa yang sedang bermasalah. Akan tetapi, bagaimana jika bullying terjadi pada mahasiswa. Siapa dan dimana mahasiswa bisa melaporkan masalah bullying yang terjadi?. Terlepas jauh dari orang tua dan berada pada lingkungan asing, kepada siapa mahasiswa mengeluhkan masalah yang dihadapi?.

Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 20 berbunyi "Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak". Lembaga yang sering diketahui masyarakat,  Komisi Perlindungan Anak (KPAI) memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak (UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Dibawahnya, terdapat Polsek atau Polres untuk melaporkan kasus bullying. Kemudian, lembaga yang paling dekat dengan mahasiswa yaitu Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap Universitas. 

Akan tetapi, lembaga tersebut hanya digunakan ketika kasus bullying sudah terjadi atau hanya sebagai tempat pelaporan bagi masyarakat. Lembaga tersebut akan bergerak jika terdapat kasus bullying yang dilaporkan. Akan tetapi, bagaimana jika korban takut untuk melaporkan?. Tentunya tugas perlindungan yang terakhir ada pada orang-orang terdekat. Namun tak banyak orang-orang yang tegas membela korban HAM. Yang tersisa hanyalah diri sendiri atau masyarakat yang sudah menutup mata akan kejadian yang telah terjadi. Love yourself dan tegakkan keadilan yang seharusnya dimiliki.

Penulis: Abidah Sholsholat

Editor: Tim Redaksi LPM PRIMA FISIP 

 

Menyelami Kisah Jeffrey Dahmer Si Monster Milawaukee

Belakangan terkenalnya serial “Monster: The Jeffrey Dahmer Story” yang menimbulkan banyak reaksi bagi para penikmat film. Serial ini tayang di salah satu media penyedia layanan streaming film terkenal, Netflix, pada 21 September lalu. Serial ini diangkat dari sebuah kisah nyata pembunuh berantai, Jeffrey Dahmer, yang terjadi di Kota Milawaukee, Negara bagian Wiconnsin, Amerika Serikat pada tahun 1991.

Dalam serial ini, semua yang mengenai Dahmer ditampilkan secara gamblang. Serial dibangun berdasarkan sisi pandang masa hidup Jeffrey Dahmer, keluarga korban hingga warga kulit hitam di Kota Milawaukee. Pria yang berjumlah 17 dan anak laki-laki menjadi korban Dahmer secara keji selama 1978-1991. Kisah ini benar-benar mengingatkan betapa buruknya peradilan pada masa itu, kebrutalan, serta rasisme yang diikuti bobroknya sistem kepolisian.

Tidak mengagetkan bahwa serial ini mampu membawa mimpi buruk bagi para penontonnya. Rasa jijik dan mual bahkan mampu dihadirkan oleh serial ini. Reaksi-reaksi muncul dari banyak pihak. Beberapa memberikan pujian terhadap serial ini, sisi berlawanan menanggap serial ini tidak pantas karena tidak menghormati keluarga para korban.

Beberapa adegan kilas balik dalam serial ini, Dahmer ditampilkan sebagai sesosok pria dengan masa kecil yang tidak begitu menyenangkan: pertikaian kedua orang tua yang berujung perceraian. Dalam narasi yang disajikan pada awal serial, belum ada yang mengetahui apa yang membuat seorang Dahmer dapat melakukan kekejian seperti itu.

Dahmer kecil ditampilkan sebagai anak yang pendiam dan dianggap aneh bagi anak-anak seumurnya. Keanehannya ditambah dengan ketertarikannya pada nekropsi (pembedahan bangkai) hewan. Dahmer menyukai bagaimana cara dan proses melakukan pembedahan pada hewan yang telah mati: rakun, janin babi hingga tikus.

Ayah Dahmer—yang ingin menjadi seorang ayah yang baik untuk anaknya juga memiliki kemampuan dalam melakukan nekropsi mengajarkan Dahmer bagaimana cara melakukannya dengan benar. Ayah Dahmer melihat ketertarikan putranya sebagai hal yang dapat menjadikannya seorang saintis di masa depan.

Masa kecil semakin runyam ditambah dengan adanya masalah pada ibunya yang pencandu obat penenang hingga menimbulkan pertikaian dengan ayahnya. Ibunya menjadi pemarah dan tak acuh pada Dahmer, di sisi lain ayahnya sudah tidak kuasa menanggapi semua yang dilakukan istrinya. Pada akhirnya semuanya berdampak pada Dahmer kecil, menjadikannya anak yang sukar bersosialisasi dan lebih sering menyendiri. 

Dalam keluarga kecilnya itu, Dahmer tidak pernah mendapatkan perhatian secara penuh oleh kedua orang tuanya, terutama ibunya. Hingga menjelang remaja, Dahmer semakin menujukan keabnormalannya. Dia menjadi sosok yang kikuk dengan orientasi seksual pada laki-laki.

Hal yang dialami Dahmer dapat menunjukkan bahwa lingkungan sosial seseorang sangat berpengaruh terhadap pembentukan sifat dan perilaku dirinya, terutama lingkungan keluarga. Selain itu, luka masa lalu yang tidak disadari juga dapat menghasilkan pola perilaku yang menyimpang.

Ketika seorang anak melihat kedua orang tuanya bertengkar, anak akan merasa tidak nyaman, ketakutan bahkan merasa tidak nyaman berada di sekitar orang tuanya. Mereka akan cemas karena melihat kemarahan kedua orang tuanya dan menimbulkan pikiran negatif. Disisi lain, ayah atau ibu yang sering bertengkar berpotensi sukar menunjukkan sikap hangat dan kasih saya kepada anaknya.

Ketika semua kasih sayang yang diinginkan tidak tercapai akan mempengaruhi mental anak. Seperti yang dilakukan Dahmer, ketika seseorang yang dia sukai menyukainya juga, Dahmer merasa bahwa dia memiliki orang yang memberikan perhatian kepadanya dan dia merasa tidak sendirian. Sehingga, ketika orang yang dia sukai ingin meninggalkannya, walaupun hanya untuk kembali ke rumahnya, Dahmer merasa terancam akan ditinggalkan dan kembali sendirian. Berbagai cara dilakukan untuk membujuk mereka agar tinggal hingga menimbulkan pembunuhan yang entah disengaja olehnya atau tidak—agar mereka dapat tetap bersama.

Dalam serial ini, ditampilkan bobroknya kepolisian yang masih menunjukkan sikap rasis terhadap warga kulit hitam dan selalu menganggap mereka sepele. White supermacy benar-benar terlihat pada kasus ini. Hingga beberapa kali tetangga Dahmer melaporkan kecurigaannya pada polisi, namun polisi terus mengabaikannya karena dia merupakan wanita kulit hitam.

Pada akhirnya, kasus ini dapat memberikan pengajaran bagi para orang tua bahwa kasih sayang penuh terhadap anak sangat penting bagi tumbuh kembang mereka. Hal ini juga mengingatkan bahwa orang tua harus mengetahui minat maupun bakat anak yang dapat mengarah ke hal negatif sehingga dapat diantisipasi di masa dewasanya.

 

TEKS : ELHAM (TRAIPENMADAS 21)

EDITOR : TIM REDAKSI 

Menolak Lupa Black Story 30 September 1965

Berdasarkan catatan sejarah bangsa Indonesia, pada tanggal 30 september menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.Pada waktu itu terjadi peristiwa pemberontakan G30S PKI yang mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia sebagai salah satu tragedy nasional yang mengancam keutuhan NKRI. Peristiwa G30S PKI sampai sekarang menjadi persada sejarah negara sebagai “Black Story” yang sampai saat ini masih menyimpan misteri. siapakah yang sebenarnya bersalah dan siapakah yang menjadi mangsa serta menjadi kambing hitam yang hingga saat ini masih menjadi persoalan yang senantiasa diperdebatkan di media Indonesia. Peristiwa pemberontakan ini berlangsung selama dua hari mulai tanggal 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965.

Latar belakang peristiwa G30S PKI ini terjadi karena adanya persaingan politik. PKI adalah sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan presiden Soekarno yang memburuk. Dimana kejadian tersebut bermula pada awal 1 Agustus 1965 presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato, sehingga banyak kalangan yang mempunyai anggapan bahwa masa hidup Soekarno tidak akan lama lagi, yang kemudian memunculkan sebuah pertanyaan besar mengenai siapa yang pantas untuk menjadi pengganti presiden soekarno berikutnya, hal tersebut menjadikan persaingan yang sangat sengit terjadi di kalangan PKI dan TNI.

Namun, sebelum peristiwa G30S PKI ini terjadi banyak pihak memaklumi mengenai pergeseran pengaruh antara pihak TNI yang sangatlah bertentangan dengan aliran faham komunis (PKI) dan pergeseran ini terjadi semakin parah tatkala pada waktu itu Soekarno dikatakan lebih condong memihak golongan Komunis (PKI). (Scoot,2009). Kecondongan Soekarno terhadap komunis semakin jelas, dimana pada waktu itu soekarno secara lantang mengkritik bantuan-bantuan barat dan menyatakan bahwa Indonesia tidak akan jatuh tanpa bantuan-bantuan tersebut. Pendirian Soekarno telah menjadi duri dalam politik Indonesia dari masa ke masa sehingga menjadikan pihak Komunis dan Tentara semakin berkonflik.

Konflik semakin panas yang kemudian terjadi pemberontakan selama dua hari satu malam, yakni mulai tanggal 30 September sampai tanggal 1 Oktober tahun 1965 yang dimulai pukul 03.00 yang melakukan penculikan dan pembunuhan enam jendral yakni Letjen Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I.  Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu perwira yakni Lettu Pierre Tendean. Dimana mayat-mayat mereka dibawa ke pangkalan udara halim dan baru diketahui setelah tiga hari di satu tempat yang dikenali sebagai lubang buaya.

Dari adanya peristiwa tersebut kita sebagai generasi penerus bangsa tidak boleh kemudian melupakannya begitu saja, namun dibalik semua itu para tentara nasional Indonesia telah berkerja keras untuk mempertahankan keutuhan NKRI sampai saat ini. (Nora Zilawati)

 

Referesnsi :

https://journal.unisza.edu.my/jonus/index.php/jonus/article/view/172/141

https://news.detik.com/berita/d-6314325/kronologi-g30s-pki-secara-singkat-awal-hingga-pasca-tragedi

Batasan Orang Tua Kepada Anaknya

Di tulisan ini saya sebagai penulis akan membahas hal yang mungkin banyak di pikirkan atau atau masalah yang sering di rasakan oleh remaja. Tulisan ini mungkin  banyak menuai pro kontra di antara pembaca, namun saya akan tetap menuliskannya. Opini yang akan saya sampaikan adalah mengenai batas-batasan remaja yang diberikan orang tua. Saya berharap pembaca dapat mengerti dan mungkin beberapa pembaca ada yang merasakan hal yang sama seperti yang aku tuliskan.

   Sebagai remaja, di umur ini kita merasa bahwa kita dapat melakukan semua hal yang kita suka. Hal-hal terserbut tidak semua dapat berdampak positif, pastinya akan ada yang berdampak negatif. Kebebasan itu dapat membuat kita melakukan atau terjerumus ke hal hal yang negatif seperti narkoba, prostitusi dan lain-lain. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah peraturan atau batasan-batasan yang di berikan oleh orang tua, seperti tidak boleh pergi hingga larut malam, tidak keluar rumah tanpa alasan yang jelas, dan lainnya.

   Seringkali batasan-batasan tersebut terasa menjadi beban bagi kita semua. Sebenarnya kita tahu bahwa batasan-batasan tersebut diberikan oleh orang tua kita untuk anak-anaknya agar mereka hidup dengan baik dan sesuai dengan peraturan. Kita sebagai anak sering merasa bahwa aturan atau batasan tersebut membuat kita berpikir bahwa orang tua kita tidak mempercayai kita. Sebenarnya jika kita liat dari dua perspektif orang tua dan anak, hal ini memang harus di diskusikan oleh kedua pihak,karena memang kedua pihak tidak ada yang salah.

   Kesalahan tersebut akan timbul jika orang tua membatasi hal-hal yang penting di hidup kita. Contohnya cita-cita anaknya. Sebagai seorang individu yang memiliki hak untuk menentukan pilihan hidup, kita dapat membela cita-cita yang ingin kita capai dan meyakinkan orang tua. Pertanyaannya adalah salah kah kita menolak batasan orang tua kita atas cita-cita kita? Tentu saja tidak. Kita semua harus dan wajib memilih cita-cita kita sendiri. Masa depan kita adalah milik kita bukan orang lain atau pun orang tua kita. Aku dan semua pembaca harus membuktikan kepada orang tua kita bahwa cita-cita yang ingin kita capai itu akan membuahkan hasil yang baik di masa depan. Bagaimana caranya? Dengan bekerja keras untuk menggapai cita-cita tersebut.

   Batasan-batasan ini jika diterapkan dengan benar memang membawa dampak positif namun batasan ini membuat banyak anak melakukan hal-hal yang ekstrem. Contohnya seperti siswa SMP berinisial DRP di Kalimantan Utara yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. DRP diduga melakukan hal tersebut lantaran dia dilarang untuk terus bermain game oleh orang tuany. Kasus lainnya adalah siswa SMP berinisial RG asal Kecamatan Sambong, ditemukan meninggal di kamarnya karena gantung diri. RG diketahui memutuskan mengakhiri hidupnya lantaran cintanya tidak di restui oleh orang tuanya. Kasus-kasus seperti diatas lah yang mengakibatkan batasan-batasan ini terlihat hanya mempunyai dampak negatif.

   Apa yang harus kita lakukan untuk melepas diri dari batasan-batasan ini? Kita tidak perlu lepas dari batasan-batasan ini. Selama kita tahu dan yakin bahwa batasan-batasan ini diberikan untuk melindungi dan menjaga diri kita. Kita juga wajib menunjukan kepada orang tua kita bahwa batasan ini mampu membantu kita menjadi orang yang benar jika batasan itu merupakan hal yang baik untuk kita. Bagamaina cara kita mengetahui bahwa batasan atau peraturan itu baik untuk diri kita? Pasti kita akan tahu. Lihatlah lebih dalam kepada diri kalian dan kalian akan mendapatkan jawabannya.(Rayhan)

Artikel Hasil Mini Riset Mahasiswa

Libur semester genap telah usai, liburan berdurasi satu bulan lamanya ini banyak dimanfaatkan  Mahasiswa untuk memanfaatkan waktu luang diluar aktivitas akademik, entah untuk melakukan hobi maupun mengerjakan hal yang dapat mendukung pengembangan diri. Sebagai langkah dalam mencari tahu apa saja yang dilakukan mahasiswa pada liburan kali ini, kami anggota Biro Penelitian dan Pengembangan LPM PRIMA mengadakan mini riset guna mengumpulkan respon  beberapa mahasiswa selama menjalani masa libur semester genap yang terhitung cukup lama ini.

Berbekal respon baik dan antusiasme yang disampaikan mahasiswa melalui mini riset dengan menyebarkan formulir untuk mengetahui bagaimana para mahasiswa melewati libur semester genap kali ini menunjukkan bahwa adanya beberapa perbedaan dari kepuasaan yang dirasakan mahasiswa selama menjalani liburannya. Responden yang antusias dan senang menjalani masa liburnya rata-rata banyak mengerjakan hal-hal menyenangkan yang termasuk dalam hobinya, maupun hal menarik yang menguntungkan dan dapat berguna bagi dirinya, sehingga mahasiswa merasa senang dan enjoy dalam menjalani liburannya. Beberapa kegiatan yang mereka lakukan ini juga dapat menjadi rujukan untuk dikerjakan selama masa liburan adalah ber-volunteer, mengikuti magang, kepanitiaan, meningkatkan self improvement secara mandiri, maupun hanya menghabiskan waktu untuk menghibur diri dengan membaca novel, marathon menonton series drama, atau hal lainnya. Berdasarkan jawaban para responden, mereka mengaku bahwa perubahan mood saat liburan mempengaruhi aktifitas yang mereka lakukan, sehingga untuk menikmati masa libur mereka berusaha meningkatkan mood dengan melakukan hal-hal yang disukai.

Sebaliknya, beberapa responden berkomentar bosan dan tidak terlalu menikmati libur semester yang ada diakibatkan karena terlalu lamanya masa liburan. Rata-rata mereka hanya bermalas-malasan atau terpaksa melakukan hal-hal produktif atas perintah sehingga libur semester yang dijalani karena terasa suntuk dan membosankan. Mereka mengaku bingung dan terbatas untuk melakukan sesuatu yang menarik dan produktif saat liburan, terlebih dengan durasi yang cukup lama.

Kesimpulan dari beberapa respon mahasiswa yang diberikan menunjukkan bahwa mahasiswa lebih banyak yang senang mendapat durasi jangka libur yang lama. Hal ini menurut mereka dapat menjadi masa dimana selain untuk membebaskan diri dari serentetan kewajiban akademik kuliah, juga sebagai langkah untuk fokus meningkatkan kemampuan diri secara mandiri. Disisi lain mereka yang merasa suntuk dan bosan memiliki alasan utama bingung dan terbatasnya kegiatan yang hendak mereka lakukan, ini bisa jadi dikarenakan mereka masih belum mengenal diri mereka sendiri, seperti apa yang mereka sukai dan tidak serta hal-hal positif apa yang dapat dikerjakan selama liburan semester.

Jordan Peele, Sutradara Film Horor Terbaik Melalui Film Khasnya Get Out (2017), Us (2019) dan Nope (2022)

Oleh: Elham Aprilian

Traipenmadas 2021

Jordan Peele adalah sosok sutradara yang digadang-gadang sebagai sutradara film horor terbaik sepanjang masa. Peele sendiri dikenal sebagai komedian, aktor, penulis naskah hingga produser Amerika Serikat.

Namanya terkenal ketika film bergenre horor-thriller besutanya, Get Out, yang rilis pada 2017 lalu yang sangat menyita perhatian publik. Kemudian, namanya semakin melambung ketika film keduanya rilis, Us, pada 2019. Hingga 2022 ini, film terbarunya telah ditunggu oleh penikmat film horor di seluruh dunia. Film yang bertajuk Nope yang rilis pada bulan Agustus (jadwal Indonesia) ini.

Ciri khas yang dapat dilihat dari film-film produksinya adalah menggunakan aktor dan aktris berkulit hitam sebagai pemeran utama. Hal ini dianggap sebagai upaya eksistensi para warga kulit hitam yang diketahui telah banyak terjadi kasus diskriminatif dan rasisme di Amerika Serikat. Bukan hanya itu, Peele rajin memasukkan beberapa pesan tersirat penuh makna yang sering kali tidak disadari oleh para penonton.

Peele sebagai sutradara berkulit hitam, ingin memberikan tempat yang pantas bagi orang-orang kulit hitam melalui karya-karyanya. Hal ini jelas diperlihatkan oleh Peele melalui film perdananya dengan tema rasisme yang kental dan tajam, Get Out.

Secara garis besar, Get Out mengisahkan seorang pria kulit hitam, Chris Washington (diperankan oleh Daniel Kaluuya), dengan seorang wanita kulit putih, Rose Armitage (diperankan Allison Willimas).

Kisah ini dimulai ketika Rose mengajak Chris bertemu dengan keluarganya dalam pesta keluarga yang tinggal di pinggiran kota. Acara itu diketahui selalu diselenggarakan di setiap tahunnya. Namun, beberapa kejanggalan yang dirasakan Chris ketika ia berada di rumah Rose hingga membuatnya sadar bahwa ada sesuatu yang salah sedang terjadi. Beberapa orang yang berkulit hitam dalam acara itu yang ia temui tampak seperti orang aneh. Hingga Chris akhirnya menyadari adanya bahaya yang mengancam hidupnya dan ia harus melarikan diri.

Dalam film ini, Jordan Peele mengangkat isu-isu perbudakan orang-orang kulit hitam pada zaman modern. Pasalnya, Chris dan orang kulit hitam lainnya di rumah itu dijadikan sebagai komoditi oleh keluarga Rose untuk kepentingan-kepentingan khusus mereka.

Setelah sukses dengan film pertamanya serta mendapatkan penghargaan Oscars pada 2018 dalam kategori Naskah Skenario Orisinil Terbaik dalam Academy Awards, Jordan Peele mencoba peruntungan di film keduanya yang ia beri tajuk “Us”. Keberhasilan film keduanya ini juga membawa Peele sebagai sutradara film horor yang patut diperhitungkan.

Dalam Us, para pemeran utama adalah para aktor dan aktris yang sebelumnya sama-sama bermain dalam film Black Panther (2018), Lupito Nyong’o dan Winston Duke. Film ini mengisahkan teror yang sadis dan mengerikan tiada hentinya dari seseorang yang mirip dengan “kita”. Dari film ini, para penonton juga mendapat pesan yang cukup tegas di mana pemerintah harus memiliki tanggung jawab penuh dalam proyek yang mereka lakukan.

Ulasan positif dari para penonton dan para kritikus film membuat Jordan Peele semakin terkenal. Ditambah, film ketiganya yang telah rilis pada bulan Juli lalu disambut meriah oleh para penikmat film di seluruh dunia. Nope, film tentang fenomena misterius yang mempengaruhi perilaku hewan dan manusia dengan sentuhan horor-fiksi khas Jordan Peele.

Tentunya film-film seperti ini dapat menjadi referensi para sineas lain dalam memproduksi film-film horor mereka. Alih-alih mengedepankan unsur seram semata tanpa memberikan pesan penuh makna, menjadikan film lebih berkesan, membekas dan menantang untuk diminati adalah salah satu harapan para penikmat film.